JAKARTA – Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) diyakini menghasilkan emisi karbon yang sangat rendah. Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), terdapat 31 negara telah mengoperasikan PLTN. Keunggulan PLTN adalah, emisi karbon sangat rendah, operasi pembangkit bisa 60 tahun, loading bahan bakar bakar bisa dua tahun sekali, dan daya PLTN umumnya besar, yaitu 1.000-1.400 MW.

“Kami siap membantu Kementerian ESDM menyusun roadmap PLTN sesuai instruksi Presiden,” kata Djarot S Wisnubroto, Kepala BadanTenaga Nuklir Nasional (BATAN), kepada Dunia Energi.

Namun di sisi lain, kata Djarot, investasi awal untuk pengembangan PLTN bisa 2-3 kali lipat lebih besar dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan energi batu bara.

“Pembangunan PLTN 7-10 tahun, dan ada kekhawatiran masyarakat terhadap nuklir. Kalau negara kita akan membangun 2 x1.000 MW PLTN dan harus beroperasi 2025, belum secara signifikan mengurangi emisi karbon,” kata dia.

Menurut IAEA, dari 31 negara yang mengoperasikan PLTN, 15 di antaranya telah menyelesaikan pembangunan PLTN baru dalam dua dekade terakhir ini. Lima belas negara tersebut telah membangun 83 PLTN sejak 1966.

Penyelesaian pembangunan satu PLTN memakan waktu rata-rata sekitar 190 bulan, tergantung masing-masing negara.Jepang menduduki posisi pertama sebagai negara tercepat di dunia dalam membangun PLTN, kemudian diikuti oleh Korea Selatan berada di tempat kedua.

Masa pembangunan terpendek adalah di Jepang, dimana mereka mampu membangun delapan PLTN dalam 20 tahun terakhir, dengan waktu rata-rata 46 bulan per PLTN. Di saat yang sama, Korea Selatan (Korsel) membangun 13 PLTN, dengan waktu rata-rata pembangunan 56 bulan per PLTN, diikuti oleh China dengan 68 bulan.(RA)