JAKARTA – Para pelaku usaha migas yang tergabung dalam Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia meminta pembentukan lembaga dalam draf revisi Undang-Undang Minyak dan Gas tidak tumpang tindih dalam pengelolaan industri migas tanah air.

Bobby Gafur Umar, Wakil Ketua Kadin Bidang Migas, mengungkapkan apresiasinya terhadap rencana pembentukan badan usaha khusus yang bertanggung jawab langsung ke presiden tidak lagi ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun tupoksi kegiatan lembaga baru tersebut harus jelas dengan lembaga lain, misalnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang selama ini mengatur tata kelola teknis pertambangan di tanah air.

“Bagusnya bisa punya power independent kalau lapor langsung ke presiden. Hanya jangan terjadi duplikasi fungsi dengan Kementerian ESDM,” kata Bobby kepada Dunia Energi, Senin (20/2).

Rancangan Revisi Undang-Undang Migas kembali menjadi prioritas DPR pada tahun ini. Komisi VII DPR telah menyepakati draft revisi UU Migas, terutama terkait bentuk kelembagaan negara untuk mengelola sumber daya alam (SDA) migas.

Dalam draft revisi UU Migas yang disusun DPR, posisi badan usaha khusus nantinya berperan sebagai induk usaha dari berbagai perusahaan negara (BUMN) yang bergerak di sektor hulu sampai hilir migas.

“Kami membuat semacam bagan, ada badan usaha khusus semacam holding. Layer kedua dibawahnya ada badan usaha urusan hulu mandiri, ada urusan hulu kerja sama, urusan hilir minyak dan hilir gas,” kata Gus Irawan Pasaribu Ketua Komisi VII DPR beberapa waktu lalu.

Keberadaan SKK Migas pun akhirnya dihapuskan dan hanya menyisakan peran dan fungsi yang akan dialihkan ke badan usaha baru dan selanjutnya bertanggung jawab ke badan usaha khusus..

Taslim Z Yunus, Kepala Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mengungkapkan belum menerima draft revisi UU Migas. DPR dan pemerintah akan membahas draft tersebut, baru kemudian SKK Migas sebagai bagian dari pemerintah diajak berdiskusi.

Dia manambahkan meskipun SKK Migas dihapus kelembagaannya, peran dan fungsi tidak dapat dihilangkan karena masih banyak kontrak yang telah dan masih akan berlaku dalam 10 tahun ke depan.

“Posisi SKK Migas seperti apapun buat kami tidak masalah, karena bagaimanapun peran SKK Migas masih ada. Karena kalau kita lihat kontrak cost recovery masih ada 10 tahun ke depan,” kata Taslim, Senin.

Menurut Taslim, untuk beberapa perizinan juga akan lebih cepat, jika ditangani langsung pemerintah bukan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), termasuk beberapa peran lainnya seperti pembahasan bagi hasil. Serta penyusunan program kerja yang tetap akan membutuhkan fungsi dan peran dan lembaga seperti SKK Migas. Apalagi, tidak menutup kemungkinan jika nanti ditengah jalan ada penemuan eksplorasi besar.

“Lalu sampai titik penyerahan masih ada di pemerintah lalu untuk mengatur bagian pemerintah kan perlu ada pemerintah,” tandas Taslim.(RI)