JAKARTA – PT PLN (Persero) dalami peluang untuk menggunakan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon ( carbon capture, utilization, and storage/CCUS) guna mendukung pencapaian target nol emisi karbon pada tahun 2060.

Evy Haryadi, Direktur Perencanaan Korporat PLN mengatakan dari sejumlah alternatif teknologi yang saat ini terus dipelajari oleh PLN, yang terdepan adalah CCUS yang pemanfaatannya bisa menjadi alternatif inovasi dan berpeluang untuk dikembangkan.

CCUS dinilai sebagai teknologi alternatif yang dari segi dampak lingkungan dan jaminan ketersediaan suplainya relatif aman. Potensi pemanfaatan CCUS bisa berjalan beriringan dengan pengembangan sumber EBT.

“Secara umum, CCUS dapat mereduksi karbon sebesar 90% dari pembangkit berbahan bakar fosil. Sementara 10% sisanya harus kita penuhi dengan menggunakan teknologi EBT lain demi mencapai target Net Zero Emission 2060,” kata Haryadi, Minggu (15/8).

Dari sisi investasi, penerapan teknologi CCUS memang masih perlu dikaji lebih mendalam. Namun, investasi yang dibutuhkan diperkirakan masih memungkinkan untuk diterapkan pada pembangkit PLN yang masih layak beroperasi.

“Karena PLN ingin menghadirkan listrik yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, pembangkit dengan CCUS masih kita pelajari. Seiring dengan semakin murahnya teknologi, maka opsi teknologi ini bisa menjadi pilihan,” kata Haryadi.

Dalam mencapai target bauran energi dan Net Zero Emission, PLN pun juga terus menggenjot pembangkit yang bersumber dari EBT. Sebagai informasi, dari total kapasitas di Indonesia sekitar 63 GW pada tahun 2020, capaian EBT sudah mencapai 7,9 GB atau sekitar 13,7%.

PLN akan mulai mempensiunkan generasi pertama PLTU ( subcritical) pada 2030 dan dilanjutkan pada tahun berikutnya, sehingga pada 2060 seluruh PLTU digantikan pembangkit berbasis EBT. Di samping itu, beberapa pembangkit yang sudah berjalan akan dikonversi dengan menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, Seperti implementasi program co-firing.

CCUS Expert dari International Energy Agency, Adam Baylin-Stern, optimistis teknologi ini akan memainkan peran penting dalam mendukung transisi energi bersih di Asia Tenggara. Selain dapat mengurangi emisi karbon, CCUS dapat mendukung peluang ekonomi baru yang terkait dengan produksi hidrogen dan amonia.

Investasi masa depan pengembangan CCUS akan bergantung pada pembentukan kerangka hukum dan peraturan, serta insentif kebijakan dari pemerintah. “Upaya yang lebih tinggi diperlukan untuk mengidentifikasi dan mengembangkan sumber daya penyimpanan CO2 di Asia Tenggara, baik di dalam maupun di lepas pantai. Tentunya disertai dengan peran penting industri keuangan internasional sebagai sumber pendanaan,” ungkap Adam.

Juho Lipponen, Coordinator Clean Energy Ministerial CCUS Initiative, menuturkan meskipun teknologi CCUS menggunakan karbon sebagai sumber energi, tapi bukan berarti harus memproduksi karbon yang lebih banyak untuk memastikan suplainya. Pemanfaatan CCUS dalam pembangkit listrik memastikan karbon ditangkap untuk digunakan kembali sebelum masuk ke atmosfer.

“CCUS juga dapat menyerap kembali karbon yang telah masuk ke atmosfer, jadi teknologi ini melengkapi pembangkit EBT lainnya, tidak saling bertentangan,” kata Lipponen.(RI)