JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) optimistis lifting Blok Rokan masih bisa ditingkatkan setelah PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menjadi operator. Ada beberapa alasan yang membuat keyakinan lifting masih bisa ditingkatkan, salah satunya kegiatan pengeboran secara masif yang dilakukan pada masa transisi.

Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas, mengungkapkan selain gencarnya pengeboran setelah alih kelola ke Pertamina, kegiatan EOR ditargetkan juga sudah mulai memberikan dampaknya terhadap produksi minyak. Ada indikasi kenaikan produksi dengan dilakukannya pengeboran sumur secara nasif selama masa transisi operatorship. Dalam pembahasan rencana kerja dan anggaran (work plan and budget/WP&B) 2022 yang sedang berlangsung, juga ada indikasi produksi minyak akan naik pada 2022.

“Perkiraan mungkin akan kembali ke 175 ribu-180 ribu bph. Dengan pengembangan yang masif tentu saja akan memberi kontribusi langsung untuk produksi dan lifting,” kata Julius di Jakarta, Rabu (21/7).

Sepanjang semester I tahun ini lifting minyak Blok Rokan hanya berada di level 160 ribuan bph. Hingga akhir 2021 juga ditargetkan lifting dari sana hanya sekitar 166 ribu bph.

Menurut Julius, pada tahun-tahun berikutnya, produksi minyak Blok Rokan akan terus meningkat. Pasalnya, Pertamina akan menerapkan teknologi EOR surfaktan di blok tersebut. Rencana pengembangan (Plan of Development/POD) implementasi EOR ditargetkan dapat disetujui pada tahun ini juga.

“Kami sedang kerja keras untuk approval PoD EOR. Ini untuk segera bisa diimplementasikan dengan chemical yang cocok dan bisa mendukung ke arah full scale secepatnya,” tutur dia.

Pelaksanaan pengeboran sumur merupakan salah satu dari sembilan isu yang dimonitor oleh SKK Migas dalam alih kelola Blok Rokan. Hingga kini, realisasi pengeboran sumur pengembangan di Blok Rokan mencapai 83 sumur dari target 180 sumur pada tahun ini. Selanjutnya, realisasi kerja ulang (work over) sumur sebanyak 40 sumur dari target 39 sumur, dan perawatan sumur (well services) 5.135 kegiatan dari target 6.819 kegiatan.

Selain pengeboran persiapan EOR juga jadi salah satu isu transisi yang dibahas pada pihak yakni Pertamina, PT Chevron Pacific Indonesia dan SKK Migas.

Julius berharap implementasi EOR di Lapangan Minas, Blok Rokan bisa berhasil karena sesuai yang diperkirakan akan berkontribusi optimal pada produksi Blok Rokan pada 2023-2024. “Mungkin ini akan menjadi contoh blok migas yang diambil Pertamina yang produksinya tidak turun, tetapi malah naik,” ujar Julius.

Pada saat meneken kontrak Blok Rokan, pelaksanaan kegiatan EOR juga merupakan salah satu komitmen Pertamina. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM 1923K/10/MEM/2018. Beberapa kegiatan itu yakni studi EOR senilai US$ 4 juta, stage-1 CEOR 7 pattern US$ 247 juta, dan stage-1 steam flood Kulin atau Rantau Bais US$ 88,6 juta.

Namun demikian hingga kini pelaksanaan EOR menggunakan bahan kimia masih belum dipaparkan secara gamblang oleh Pertamina lantaran bahan kimia serta salah satu formulanya diketahui masih belum dimiliki Pertamina dan hak patennya masih dimiliki oleh anak usaha Chevron.

Pada 2012-2013 CPI melaksanakan Pilot Project Chemical-EOR SFT-2 (Surfactant Field Trial) di Lapangan Minas dengan menggunakan komponen kimia diantaranya Surfactant-CS2000B, Surfactant-CS1500, Co-solvent EGBE (Ethylene Glycol Monobutyl Ether), Polymer dan Soda Ash.

Komposisi campuran lima komponen tersebut telah dipatenkan Chevron (Paten427). Chevron menyampaikan bersedia memberikan Royalty-free lisensi untuk penggunaan hak Paten427.

Komponen Surfactant-CS2000B dan Surfactant-CS1500 diproduksi oleh Chevron Oronite. Jika mau memproduksi komponen surfactant system secara mandiri, Pertamina memerlukan formula atau struktur kimia Surfactant CS2000B dan CS1500 serta Intellectual Property yang dimiliki oleh Chevron Oronite. Semua itu yang harus dibeli oleh Pertamina.(RI)