JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan kembali mengkaji mekanisme pengelolaan Blok East Natuna. Salah satu hal yang akan diperbaharui adalah mengenai skema bagi hasil antara pemerintah dan pengembang atau kontraktor yang merupakan konsorsium gabungan terdiri dari PT Pertamina (Persero), Exxonmobil dan PTT EP.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan salah satu perkembangan signifikan dari pembahasan Blok East Natuna bersama kontraktor adalah terkait bagi hasil yang akan didapatkan pemerintah dari proyek tersebut.

“Kalau kita lihat pembagian dari Blok Natuna, negara itu kan dapat nol, hanya pajak saja. Jadi pembagiannya 100-0. Dan kita hanya dapat pajak saja. Hal-hal yang seperti ini perlu kita bicarakan lebih lanjut,” kata Arcandra di Jakarta, Kamis (20/4).

Pengelolaan Blok East Natuna selama ini masih terkendala kompleksitas alami blok yang memiliki kandungan oksigen tinggi mencapai 72%. Padahal cadangan gas diperkirakan mencapai 46 TCF.

Untuk itu para kontraktor mengajukan syarat jika ingin dikembangkan maka bagi hasil adalah 100% untuk kontraktor dan pemerintah tidak mendapatkan apa-apa. Pemerintah hanya mendapatkan pemasukan dari sisi pajak berdasarkan kegiatan yang dilakukan kontraktor. Hal tersebut menjadi opsi pengelolaan Blok East Natuna karena dianggap sesuai dengan biaya yang akan dikeluarkan kontraktor untuk melakukan pengolahan gas yang mempunyai kandungan CO2 sangat tinggi.
Menurut Arcandra, salah satu anggota konsorsium yang memiliki teknologi untuk melakukan pengolahan gas tersebut yakni Exxonmobil sudah memberikan sinyal positif untuk kembali melanjutkan pengembangan dengan terlebih dulu membahas permintaan untuk kajian ulang bagi hasil proyek.
“Lalu ini baru mau dimulai lagi prosesnya, akan dilanjutkan lagi. Ada beberapa isu yang terkendala disitu. Semoga dalam beberapa bulan lagi bisa terselesaikan,” ungkap dia.
Selain akan membahas bagi hasil, Exxonmobil juga menyatakan siap membahas sisa kontrak yang sempat dilakukan di beberapa lapangan Blok Natuna, tepatnya di struktur D Alpha.
Pemerintah sebelumnya sudah menunjuk Pertamina sebagai pemimpin konsorsium. Perusahaan plat merah itu bersama Exxonmobil memegang hak partisipasi yang sama dalam pengelolaan East Natuna yakni masing-masing 45%. Sisanya, dikuasai PTT EP sebesar 10%.
Konsorsium diberikan batas waktu untuk melakukan kajian hingga 2018, sementara dalam dua tahun terakhir yakni 2016 sampai 2017 tahapan Technology Market Review (TMR) harus sudah rampung.

Denie S. Tampubolon, Senior Vice President Upstream Business Development Pertamina, mengatakan proses TMR memang saat ini masih dilakukan dan ditargetkan selesai pada tahun ini.

Lima poin krusial yang dibahas dalam TMR, yakni teknologi untuk optimalisasi gas, evaluasi subsuface dalam rangka mengelola kandungan CO2, infrastruktur untuk distribusi gas, pasar atau konsumen gas serta konsep pengembangannya. TMR diharapkan bisa menjadi salah satu masukan atau poin dalam penentuan pembagian hasil produksi. “TMR masih kita kerjakan, target selesai pertengahan tahun, targetnya paling lambat Juni,” kata Denie.(RI)