Aktivitas perusahaan-perusahaan tambang mineral logam kembali bergeliat seiring dibukanya izin ekspor bijih nikel dan bauksit kadar rendah.

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga 30 November 2017 telah menerbitkan rekomendasi ekspor bagi 14 perusahaan berbasis komoditas nikel dengan kuota ekspor sebesar 22,9 juta ton.

“Namun hingga 30 November 2017 realisasi ekspor bijih nikel kadar rendah baru mencapai tiga juta ton,” ungkap Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM di Jakarta, Rabu (27/12).

Untuk komoditas bauksit rekomendasi ekspor telah diberikan kepada enam perusahaan dengan kuota ekspor sebesar 14,9 juta ton dan realisasi hingga 30 November 2017 hanya sebesar 696 ribu ton.

Setelah mengalami tekanan harga dari 2014 akibat pelemahan pasar stainless steel, pada pertengahan 2016 harga nikel sempat naik akibat adanya kekhawatiran pasar atas rencana penghentian kegiatan penambangan apabila perusahaan tidak comply atas hasil audit lingkungan yang dilakukan Pemerintah Filipina. Namun faktor terbesar yang mempengaruhi fluktuasi harga nikel adalah tingkat konsumsi stainless steel, penurunan harga stainless steel serta meningkatnya stok nikel di London Metal Exchange (LME) dan Shanghai Futures Exchange (SHFE).

Pasar nikel sempat memberikan sentimen negatif terhadap adanya perubahan kebijakan ekspor bijih nikel kadar rendah karena adanya kekhawatiran memanasnya kompetisi supplier bijih nikel. Seiring dengan diperolehnya informasi yang akurat atas kebijakan ekspor nikel kadar rendah dari Indonesia, selama kurun waktu enam bulan sejak diberikan rekomendasi ekspor oleh Kementerian ESDM pada 4 Juli 2017, harga nikel menunjukkan tren meningkat dari US$9.012 per ton menjadi US$12.080 per ton pada Desember 2017.

Pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM 7 Tahun 2017 telah mengatur patokan harga mineral logam sebagai acuan dalam perhitungan royalti, namun berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan penjualan di dalam negeri dan ekspor ditemukan bahwa untuk penjualan di dalam negeri terdapat kecenderungan praktek menekan harga dimana buyer besar seperti SMI, Guang Ching dapat dengan mudah menekan harga kepada penambang.

“Dengan diterbitkannya ketentuan Formula Harga Patokan Mineral dan adanya opsi untuk melakukan ekspor pada bijih kadar rendah yang tidak dapat digunakan pada fasilitas pemurnian di dalam negeri, deviasi transaksi dalam negeri dari Harga Patokan Mineral dapat diperkecil,” kata Bambang.(RA)