JAKARTA – Tidak hanya memanfaatkan teknologi terkini, PT Pertamina (Persero)  juga menggunakan teknologi yang sudah ada dalam melakukan eksplorasi.  “Eksplorasi itu kan full teknologi, teknologi terkini maupun teknologi yang sudah ada kita develop, atau kita mendevelop sendiri,” kata Doddy Priambodo, Senior Vice President Exploration Pertamina di Jakarta, Minggu (14/8).

Pertamina, lanjut dia, selalu mendapatkan the latest technology untuk pemrosesan maupun interpretasi. Namun tidak hanya itu, Pertamina juga mencoba untuk menerapkan teknologi lama yang kalau digunakan dengan bagus dan tepat itu juga bisa mendukung eksplorasi. Hal ini telah dicoba dilakukan melalui yang namanya profegravity, magnetic.

“Kami coba di Selat Kalimantan, luasnya 16 ribu km2. Kami terbang di ketinggian 150-200 ribu meter, kita ukur gravity dan magnetic bumi. Dan result-nya luar biasa,” ungkap dia.

Doddy mengatakan melalui teknologi lama tersebut bisa mengidentifikasi besar cekungan jauh lebih presisi. Dan struktur geologi yang lain, patahan,lipatan, bisa mendapatkan dengan bagus. “Teryata tidak harus teknologi yang kita anggap lama itu dibuang. Di Kalimantan itu cekungannya demikian dalam sehingga seismik sendiri makin ke bawah makin hilang. Itulah yang fungsinya digantikan oleh gravity dan magnetic,” kata dia.

Rovicky Dwi Putrohari, Dewan Penasihat Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), mengatakan teknologi eksplorasi di dunia memang tidak banyak perkembangannya sejak beberapa tahun terakhir. Apalagi dengan anjloknya harga minyak dan komoditas sumberdaya alam lainnya, termasuk turunnya harga batu bara, emas, dan bahan tambang sehingga teknologi di duniapun tidak banyak yang dapat dimanfaatkan. Di sisi lain, tantangan teknologi itu tergantung  geografis dan geologisnya.

“Salah satu khususnya untuk Indonesia yang tanah permukaannya banyak endapan gunung api merupakan tantangan tersendiri untuk melihat kondisi bawah permukaannya dengan metode seismik. Perlu ada teknologi lain dalam mengindera kondisi tanah dibawah lapisan endapan gunung api,” ungkap Rovicky.

Rovicky mengatakan saat harga rendah kegiatan operasi lapangan, termasuk survei seismik dan pengeboran eksplorasi pasti akan sangat membebani keuangan walaupun biaya nominalnya turun karena sewa rig dan kapal juga menurun. Jika memiliki modal besar dan sangat kuat tentunya melakukan pengeboran eksplorasi menjadi ideal saat harga rendah. “Tetapi kalau modal terbatas kegiatan studi dengan melibatkan human resources yang besar barangkali dapat menolong untuk meningkatkan kesiapan saat harga membaik nantinya,” kata dia.(RA)