JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan rekomendasi izin ekspor konsentrat untuk PT Freeport Indonesia, masih menunggu pengesahan perubahan status anak usaha Freeport-McMoRan Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu dari pemegang kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

“Kalau IUPK belum keluar (disahkan) bagaimana mau ekspor? IUPK sementara belum ada. Dia (Freeport) juga belum mengajukan izin ekspor sama sekali,” ungkap Bambang Gatot Ariyono, Dirjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM, di Jakarta.

Bambang juga mengatakan saat ini Kementerian ESDM masih membahas pembentukan tim verifikator independen yang akan melakukan pengawasan atas tingkat kemajuan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral yang dilakukan IUP yang mendapatkan rekomendasi ekspor. “Dibentuk, sesegera mungkin. Sekarang sudah mulai dibahas,” tukasnya.

Verifikator independen ini nantinya akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memverifikasi progress smelter. Verifikator independen akan melaksanakan verifikasi setiap enam bulan sekali, sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 6 Tahun 2017.

Verifikator independen yang akan masuk di bawah Kementerian ESDM bertugas untuk melakukan verifikasi atas progress smelter, memastikan bahwa setiap enam bulan tingkat kemajuan bisa sebesar 90 persen sesuai rencana. Verifikasi akan dilakukan oleh perusahaan atau surveyor yang sebelumnya pernah melakukan hal serupa.
Menurut pasal 11 Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017, IUP harus mencapai progress smelter minimal 90 persen dari rencana pembangunan smelter per enam bulan jika ingin melakukan ekspor mineral. Jika realisasi smelter di bawah rencana progress, maka pemerintah bisa mencabut rekomendasi ekspor yang berlaku.
Menurut Budi Santoso, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Resrources Studies, apa yang dilakukan pemerintah saat ini tidak memberi solusi terhadap program hilirisasi dengan mensyaratkan izin ekspor melalui perubahan status menjadi IUPK.
“Syarat yang aneh dan bisa disebut tidak relevan, kecuali untuk kepentingan pihak tertentu yang KK-nya hampir habis dan dipaksa membangun smelter karena sudah produksi konsentrat,” tandas Budi.
Richard C Adkerson, Chief Executive Officer Freeport-McMoRan, sebelumnya mengatakan Freeport berharap pemerintah Indonesia bisa segera memberikan izin ekspor konsentrat agar kegiatan operasi di Tambang Grasberg tidak terganggu. Pasalnya, jika kegiatan produksi sampai terhenti, akan timbul dampak negatif yang merugikan semua pihak.

“Kami kecewa hal ini belum terselesaikan dan khawatir dengan dampak negatif bagi seluruh stakeholder, terutama untuk tenaga kerja kita dan perekonomian lokal setempat,” ujar Adkerson dalam keterangan resmi Freeport, Sabtu (4/2).

Menurut Adkerson, Freeport telah aktif berkerja sama dengan pemerintah Indonesia agar kegiatan operasi Freeport Indonesia tidak terganggu. Hal ini disebut sebagai keinginan dari semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah Indonesia, tenaga kerja, masyarakat setempat, pemasok lokal dan pemegang saham Freeport.(RA)