JAKARTA –  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana akan mengumumkan keputusan final siapa yang akan mengelola blok-blok minyak dan gas yang habis masa kontraknya pada 2018 pada pertengahan November 2017.

Tunggal, Direktur Pembinaan Hulu Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengungkapkan tim evaluasi sudah mengajukan perpanjangan waktu untuk melakukan evaluasi terhadap beberapa kandidat yang berminat mengelola blok terminasi, selain PT Pertamina (Persero).

“Tim harus selesai evaluasi 30 Oktober, kita sudah minta untuk diperpanjang hingga 17 November,” kata Tunggal saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (30/10).

Tunggal mengatakan tim evaluasi tidak hanya melakukan evaluasi terhadap blok-blok yang memiliki peminat selain Pertamina tapi juga seluruh blok terminasi secara keseluruhan. Delapan blok yang akan habis kontraknya Pada 2018 adalah Blok Attaka, East Kalimantan, NSO, Blok B, Tengah, Tuban Ogan Komering, South East Sumatera (SES), dan Blok Sanga sanga.

Ada empat blok yang menjadi fokus utama untuk dievaluasi, karena selain Pertamina ada kontraktor lain yang berminat,  yakni para kontraktor eksisting yaitu Blok Sanga Sanga, Blok SES, Blok Tuban dan Blok Ogan Komering.

Untuk blok-blok lainnya sudah langsung diarahkan ke Pertamina,  yakni Blok NSO dan Blok B. Serta Blok Tengah yang diunitisasi dengan Blok Mahakam.

Pemerintah juga berencana melelang ulang Blok Attaka dan East Kalimantan karena Pertamina sudah menyatakan ketidakberminatannya.

“Jadi 17 November itu keputusan akhirnya,” tegas Tunggal.

Kedelapan blok terminasi yang akan habis kontraknya secara bertahap hingga 2018 sebenarnya sempat dinyatakan untuk diserahkan ke Pertamina oleh pemerintah. Namun pemerintah berubah pikiran dan menganulir sendiri keputusan tersebut dengan membuka peluang bagi kontraktor lain, terutama kontraktor eksisting yang masih berminat untuk melanjutkan kontraknya dengan memberikan kesempatan mereka untuk melakukan presentasi rencana kerja ke depan di blok-blok tersebut.

Kebijakan tersebut diambil dengan pertimbangan untuk menghindari penurunan produksi saat transisi dari kontraktor lama dan kontraktor baru.

Dadan Kusdiana, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama mengakui adanya perubahan kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan tanda tanya di masyarakat, karena itu pemerintah juga berhati-hati dalam menentukan sikap.

Namun demikian pemerintah kata Dadan tetap memberikan perlakuan khusus bagi Pertamina yakni First Right of Refusal. Artinya Pertamina tidak perlu mengikuti kontes atau mekanisme tender dalam penentuan pihak mana yang berhak menjadi operator blok terminasi.

Pertamina diberikan keleluasaan untuk menyanggupi mengelola blok sesuai dengan rencana kerja yang ditawarkan pemenang tender atau menolak mengelola blok karena dianggap tidak sesuai dengan rencana kerja Pertamina. “Dalam evaluasi ini, hak itu tetap kita berikan ke Pertamina,” tandas Dadan.(RI)