JAKARTA – PT Freeport Indonesia mengklaim telah menyetor royalti berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada pemerintah sebesar US$151  juta atau setara Rp2 triliun.

Tony Wenas, Executive Vice President Freeport Indonesia, mengungkapkan pembayaran PNBP tahun lalu terdiri dari iuran produksi atau royalti, iuran tetap serta PNBP lainnya, seperti DPKK dan jasa labuh.

“Pada 2017 Freeport membayar US$151 juta atau Rp2 triliun. Kalau dihitung sejak 1992 hingga tahun lalu PNBP yang dibayarkan mencapai US$2,1 miliar atau Rp28 triliun,” kata Tony saat ditemui di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa (7/3).

Menurut Tony, sejak Juli 2014 Freeport  telah setuju untuk meningkatkan tarif royalti dan iuran tetap sehingga PNBP menjadi US$172 juta, penerimaan negara lain dan bea keluar US$365 juta sejak 2014-2017.

Selain dari setoran PNBP, Freeport  juga telah menyetorkan beberapa kewajiban yang menjadi sumber penerimaan negara lainnya pada tahun lalu, seperti dividen yang sebesar US$135 juta, bea keluar US$82 juta, PPh badan US$ 108 juta serta penerimaan lainnya US$ 280 juta.

“Sehingga total kewajiban yang disetor ditambah PNBP US$251 juta adalah US$756 juta,” ungkap dia.

Jika kontrak diperpanjang, Freeport mengiming-imingi setoran PNBP dengan jumlah besar. Total PNBP diperkirakan untuk 2018 sampai 2041 sebesar US$6 miliar.

Namun hingga sekarang perundingan perpanjangan kontrak belum juga selesai. Freeport bersedia untuk mengikuti target pemerintah Indonesia yang menginginkan perundingan tuntas pada April.

Salah satu poin utama divestasi saham sebesar  51% merupakan PR besar yang disorot banyak pihak karena akhirnya pemerintah memilih untuk membeli hak partisipasi Rio Tinto sebesar 40% di tambang Grasberg, Papua yang dikelola anak usaha Freeport-McMoRan Inc tersebut. 

Tony menegaskan cara untuk divestasi tersebut dipilih sendiri oleh pemerintah Indonesia bukan merupakan usulan Freeport. Bahkan, Freeport tidak diikutsertakan dalam pembahasan akuisisi hak partisipasi Rio Tinto oleh pemerintah Indonesia.

“Kami tidak terlibat pembicaraan antara pemerintah dan Rio Tinto. Bukan kami yang bilang, “Pemerintah beli Rio Tinto saja” tidak begitu,” tandas Tony.(RI)