JAKARTA– Kinerja tiga emiten besar yang bermain di bisnis batubara, yaitu PT United Tractors Tbk (UNTR)—melalui anak usaha PT Pamapersada Nusantara, PT Adaro Energy Tbk (ADRO), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sepanjang kuartal I 2017 menunjukkan tren positif. Hal ini menjadi modal bagi emiten tersebut untuk mengarungi sisa tiga kuartal tahun ini dengan proyeksi peningkatan kinerja operasional dibarengi dengan kenaikan kinerja finansial.

United Tractors, anak usaha PT Astra International Indonesia Tbk (ASII), mencatatkan laba bersih sebesar Rp 1,5 triliun pada kuartal I 2017, naik 105,5% dibandingkan periode sama 2016. Kenaikan laba bersih ditopang oleh peningkatan pendapatan sebesar 27,9% menjadi Rp 13,7 triliun dari sebelumnya Rp 10,7 triliun.

Dari empat lini bisnis perusahaan, yaitu penjualan alat berat, kontraktor tambang, dan konstruksi melalui anak usahanya, PT Acset Indonesia Tbk (ACST), penopang utama peningkatan pendapatan adalah penjualan dari batubara yang mencapai 62%. Kenaikan nilai penjualan batubara berasal dari kenaikan volume produksi plus kenaikan harga jual dari batubara.

Kinerja positif juga ditunjukkan oleh PT Adaro Energy Tbk (ADRO), salah satu produsen batu bara thermal terbesar nasional. Sepanjang kuartal I 2017, Adaro mencatatkan pendapatan US$ 277 juta, naik 24% dibandingkan periode sama tahun lalu ditopang kenaikan harga jual rata-rata yang meningkat 39%.

Kendati beban pokok pendapatan (COGS) naik 18% menjadi US$ 509 juta seiring kenaikan nisbah kupas dan harga bahan bakar, perseroan terus mempertahankan upaya efisiensi dan keunggulan operasional di sepanjang rantai pasokan yang terintegrasi vertikal.

Garibaldi Thohir

Seiring dengan kenaikan pendapatan yang lebih tinggi dibanding beban pokok, Adaro mencatat kenaikan laba kotor 40,9% menjadi US$217,58 juta pada kuartal I 2017 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Laba bersih Adaro juga tercatat naik 62,74% menjadi US$97,13 juta dibanding kuartal I 2016 sebesar US$59,68 juta.

“Prestasi yang baik di awal tahun ini menunjukkan kekuatan model bisnis kami yang terintegrasi vertikal. Adaro berada di posisi yang baik untuk menghadapi tantangan maupun peluang yang ada,” ujar Garibaldi Thohir, Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro Energy di Jakarta, pekan lalu.

Adaro mencatat EBITDA operasional sebesar US$276 juta pada kuartal I 2017, naik 44% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sepajang tahun ini, perseroan menargetkan EBITDA operasi sebesar US$900 juta hingga US$1,1 miliar.

Peningkatan serupa juga ditunjukkan oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA), emiten pertambangan batubara pelat merah. Selain mampu meningkatkan produksi batu bara hingga 39% menjadi 4,49 juta ton dari periode kuartal I 2016 yang sebesar 3,26 juta ton, juga kenaikan volume penjualan sebesar 19,9% menjadi 27,29 juta ton.

Total pendapatan perseroan pada periode Januari-Maret 2017 sebesar Rp 4,54 triliun, naik 28,2% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 3,54 triliun. Sementara itu, laba bersih juga naik signifikan sebesar 161,8% menjadi Rp870,82 miliar pada kuartal I 2017, dibandingkan periode sama tahun lalu Rp332,57 miliar.

“Selain ditopang kenaikan pendapatan, melonjaknya laba bersih Bukit Asam juga didukung keberhasilan perseroan menekan beban pokok,” ujar Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam saat jumpa pers di Jakarta, pekan lalu.

Arviyan mengaku, sebagai perusahaan yang bergerak di bisnis komoditi, Bukit Asam sangat bergantung pada pergerakan harga. Perseroan tidak akan bisa melakukan intervensi terhadap pergerakan harga di pasar.

“Untuk itu yang bisa dilakukan adalah meningkatkan efisiensi, baik operasional maupun teknis seperti menurutkan nisbah kupas dari 5,4 kali menjadi 4,02 kali,” katanya.

Masih Cerah

Kendati belum seluruh emiten tambang batubara merilis kinerjanya, bisa diproyeksikan sejumlah emiten skala besar dan menengah, memperoleh peningkatan kinerja sering mulai membaiknya harga batubara pada kuartal I 2017. Tren positif ini diperkirakan bakal berlanjut pada sisa kuartal berikutnya kendati saat ini ada penurunan harga batubara.

Kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait sektor tambang kini tidak lagi memberi pengaruh signifikan pada pergerakan harga batubara. Prospek harga batubara justru dipandang positif dengan dukungan konsumsi wilayah Asia.

Sejumlah kalangan analis menilai kondisi fundamental batubara juga tidak mendukung penguatan harga. Pertumbuhan ekonomi China yang membaik belum mampu memberi dukungan pada harga batubara. Apalagi, ekonomi global secara keseluruhan masih terbilang melambat.

Betul bahwa prospek batubara bisa berharap pada kebijakan Presiden Trump. Apalagi, Trump sebelumnya memiliki pandangan berbeda dengan Presiden AS terdahulu yakni Barrack Obama terkait penggunaan energi batubara. Jika Obama berupaya mengganti pemakaian batubara dengan energi terbarukan, Trump justru ingin menumbuhkan industri batubara dalam negeri sehingga dapat membantu penyerapan tenaga kerja dan menumbuhkan ekonomi AS.

Jika Trump konsisten dengan rencana membangun industri batubara, ada peluang permintaan AS kembali meningkat. Sementara jika pengurangan pemakaian batubara berlanjut, dampaknya tidak akan besar pada harga batubara global.

AS selama ini lebih banyak memakai batubara dari dalam negeri atau impor dari Amerika Latin. Sedangkan batubara produksi Indonesia maupun China lebih banyak dikonsumsi negara Asia. Karena itu, China masih memainkan sentimen utama bagi harga komoditas batubara. China bahkan akan memberlakukan pembatasan hari kerja perusahaan tambang jika harga batubara terus melemah. Permintaan batubara domestik China juga akan meningkat dengan dorongan sektor industri pembangkit listrik.

Di tataran domestik, masifnya pengembangan proyek pembangkit listrik, terutama proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sudah pasti bakal mendorong peningkatan pasokan batubara domestik. Hal ini dalam jangka menengah hingga panjang, permintaan batubara diprediksi kembali meningkat, dan harganya kembali naik.

Tapi, itu juga bergantung pada kebijakan pemerintah di sektor ketenagalistrikan dan kebijakan batubara nasional. Artinya, outlook batubara bisa suram, tapi bisa juga cerah, bergantung pada kebijakan pemerintah. Namun, harga batubara tahun ini diperkirakan cenderung positif, dibandingkan tahun lalu sehingga pada gilirannya akan mendorong peningkatan kinerja operasional dan finansial sejumlah emiten batubara, terutama emiten skala menengah dan besar. (dr)