JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih mengevaluasi kelengkapan persyaratan yang dilampirkan PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport McMoRan Copper and Gold Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat untuk merubah status dari perusahaan kontrak karya menjadi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Perubahan status kontrak pertambangan diperlukan agar Freeport bisa memperoleh izin untuk melakukan ekspor konsentrat yang menjadi sumber pendapatan utama perusahaan pengelola tambang Grasberg, Papua tersebut.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, mengatakan Freeport hingga saat ini belum mengajukan permohonan izin ekspor konsentrat tembaga.

“Saya tidak mau bicara IUPK sementara, karena itu belum. Jadi tidak usah dibicarakan,” ujar Bambang di Jakarta, Kamis (2/2).

Bambang juga belum dapat memastikan waktu pemberian status IUPK sementara kepada Freeport Indonesia. “Dalam proses. Nanti kita lihat lah. Jangan andai-andai,” tukasnya.

Goro Ekanto, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, sebelumnya mengatakan Kementerian Keuangan belum menerima surat resmi dari Kementerian ESDM terkait usulan bea keluar ekspor konsentrat.

“Kita masih nunggu dari Pak Bambang Gatot. Nanti akan ada PMK-nya yang merujuk pada surat tersebut,” kata Goro.

Pemerintah berencana memberikan IUPK sementara bagi Freeport sambil menunggu proses IUPK permanen selesai. Hal itu dilakukan agar operasional Freeport tidak terganggu selama proses perubahan status kontrak.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, mengatakan penerbitan IUPK sementara untuk memberikan rasa keadilan bagi pengusaha tambang. Pasalnya, jika menunggu IUP permanen tuntas, perusahaan tambang harus berhenti beroperasi selama enam bulan.

Pemerintah telah melarang perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) mengekspor mineral hasil pengolahan atau konsentrat sejak 11 Januari 2017. Perusahaan KK hanya bisa ekspor mineral hasil pemurnian yang berasal dari fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).

Namun, apabila perusahaan Kontrak Karya ingin tetap ekspor konsentrat maka harus mengajukan perubahan status menjadi IUPK. Hanya IUPK yang masih diizinkan ekspor konsentrat hingga lima tahun mendatang.

Selain itu pemerintah pun menerapkan syarat bagi perusahaan yang ingin mendapatkan izin ekspor. Persyaratan itu antara lain membangun fasilitas pemurnian (smelter) mineral di dalam negeri. Izin ekspor bisa dicabut pemerintah, jika dalam enam bulan belum ada kemajuan pembangunan smelter minimum 90 persen dari rencana kerja.

Freeport Indonesia sejak 2014 telah menyatakan akan membangun smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur. Fasilitas pengolahan yang menelan investasi mencapai US$ 2,1 miliar itu berkapasitas dua juta ton konsentrat tembaga. Namun proses pembangunan smelter tersebut hingga kini belum berjalan karena Freeport menginginkan adanya kepastian perpanjangan kontrak pengelolaan tambang Grasberg dari pemerintah.(RA/RI)