JAKARTA – Kajian penetapan harga batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) bagi pembangkit listrik  memasuki tahap akhir. Satu skema yang didukung hampir semua pihak yaitu skema batas atas dan batas bawah.

Supangkat Iwan Santoso, Direktur Pengadaan Strategis PT PLN (Persero),  mengatakan skema batas atas dan batas bawah intensif dibahas. Namun  belum bisa dipastikan skema batas atas dan batas bawah akan ditetapkan sebagai acuan perhitungan penetapan harga batu bara DMO oleh pemerintah yang nanti akan diputuskan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.

Skema batas atas dan batas bawah  menjadi yang terdepan berdasarkan hasil pembahasan antara PLN dan pemerintah untuk bisa mengakomodir semua pihak, termasuk pelaku usaha.

“Hasil pembicaraan awal PLN dengan Kementerian ESDM, salah satu  alternatifnya batas atas batas bawah,” kata Iwan kepada Dunia Energi, Rabu (14/2).

Iwan mengatakan jika harga Harga Batu bara Acuan (HBA) diatas batas atas maka berlaku harga batas atas. Kalau harga HBA dibawah batas bawah maka berlaku harga batas bawah. “Kalau HBA di antara batas atas dan batas bawah, berlaku harga riil HBA,” tukasnya.

Jika diimplementasikan dengan asumsi batas bawah US$60 per ton, dan rill HBA US$ 40-an per ton yang berlaku tetap US$ 60. Kalau batas atas US$70 per ton dan HBA US$80-an yang berlaku tetap US$70 per ton.

Fahmy Radhi, Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada yang turut serta dalam pembahasan penetapan harga batu bara DMO, mengungkapkan skema batas atas dan batas bawah merupakan skema yang akan menguntungkan semua pihak. Baik bagi PLN, pelaku usaha pertambangan batu bara serta bagi pemerintah karena ada kepastian penerimaan negara.

Jika dibanding skema cost plus margin, batas atas dan batas bawah lebih baik, karena  merupakan jalan tengah yang mengakomodasi PLN dan pengusaha batu bara dengan prinsip share gain, share pain.

“Hampir semua peserta, termasuk Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan BUMN, sepakat dengan DMO harga batu bara menggunakan skema batas atas dan batas bawah,” tandas Fahmy.

Rencana penetapan kebijakan harga batu bara DMO ini juga sebagai bentuk respon terus merangkaknya harga batu bara. Pada 2017, kerugian PLN dengan asumsi harga batu bara US$60 per ton mencapai Rp 14 triliun karena realisasi harga rata-rata sebesar US$ 80 per ton.

Berdampaknya kenaikan harga batu bara terhadap kinerja keuangan  lantaran sebagian besar pembangkit listrik PLN saat ini adalah pembangkit bertenaga batu bara.

Kebutuhan batu bara PLN untuk pembangkit listrik terus meningkat dari setiap tahun. Pada 2016 sebesar 84,8 juta MT. Pada 2017 sebesar 85 juta MT. Dan tahun ini  diperkirakan sebesar 89 juta MT. Bahkan diproyeksikan pada 2026 akan mencapai 153 juta MT.(RI)