JAKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menjajaki kerja sama dengan PT Pertamina (Persero) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) untuk membangun pembangkit listrik untuk mendukung Proyek Pengembangan Pabrik Feronikel Halmahera Timur (P3FH).

Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama Antam, mengatakan energi berkontribusi 30%-40% terhadap komponen biaya smelter. Untuk itu, perseroan berencana kebutuhan listrik smelter akan dipasok dari pihak lain.

“Jadi ini sesuai dengan keinginan pemerintah agar Antam fokus ke smelter. Untuk listrik kita akan sinergi dengan BUMN lain,” ujar Arie di Jakarta, Rabu (14/6).

Arie mengakui tidak mudah bagi perseroan untuk menggarap proyek ditengah harga nikel yang cenderung melemah saat ini. Oleh karenanya yang dilakukan manajemen adalah mereview proyek yang ada termasuk pabrik di Halmahera Timur.

“Kita tidak bisa mengontrol harga nikel di pasar. Oleh karenanya yang bisa dilakukan adalah mereview biaya dengan melakukan berbagai efisiensi. Proyek yang di Halmahera Timur akan tetap jalan namun kita akan lihat seperti mencari sumber listrik yang lebih murah,” kata dia.

Proyek pengembangan smelter feronikel Halmahera Timur yang diperkirakan menelan investasi Rp3,5 triliun telah mulai konstruksi pada 25 April 2017.

“Proyek smelter Haltim ditargetkan akan bisa diuji coba (commissioning) pada akhir 2018 dan beroperasi komersial pada pertengahan 2019,” kata Arie.

Sutrisno S.Tatetdagat, Direktur Pengembangan Antam, menambahkan saat ini progress proyek smelte Haltim telah sekitar 7%-10%.

“Proyek smelter feronikel Halmahera Timur pada tahap awal memiliki kapasitas produksi 27 ribu ton nikel dalam feronikel (TNi) dari dua line, yang masing-masing berkapasitas 13.500 TNi,” kata Sutrisno.

Harga Nikel

Arie juga menambahkan penurunan harga nikel dalam beberapa bulan terakhir ini lebih karena faktor pasokan dan permintaan nikel di pasar.

“Saya kita lebih karena faktor pasokan dan permintaan serta aspek psikologis. Khususnya ketika Pemerintah Indonesia kembali membuka kran ekspor bijih nikel kadar rendah kemudian Filipina juga ikut mengekspor bijih,” ungkap dia.

Selama ini pasar nikel terbesar masih ke China sehingga negara ini menjadi akan menjadi penentu pegerakan harga. Bahkan negeri ini menjadi penentu pergerakan harga dari hampir semua komoditi tambang.

Tahun ini Antam memasang target produksi 24.000 TNi. Sampai kuartal I tahun ini, Antam mencatat penjualan ferronikel senilai Rp 365 miliar. Dari total penjualan perusahaan, feronikel menyumbang 22% dari keseluruhan perjualan Antam di tiga bulan pertama tahun ini.

Selama ini pasar nikel Antam ke beberapa negara mulai Cina, India, Vietnam, Korea Selatan. Antam telah menghentikan penjualan ke Eropa karena beberapa pertimbangan.salah satunya sistem pembayaran yang digunakan untuk pasar Eropa adalah sistem CIF dan bukan FOB.

“Salah satunya karena sistem pembayarannya menggunakan sistem CIF (pembayaran ketika barang sampai ke konsumen,Red) dan bukan menggunakan sistem FOB (barang ketika ada diatas kapal,Red). Sementara perjalanan ke sana butuh waktu yang lebih lama,”terang Arie.

Di tempat lain saat ini Antam juga sudah mulai mengekspor bijih nikel sebanyak 165.000 wet metric ton (wmt) ke Cina dan tengah mempersiapkan pengapalan selanjutnya. Di tahun 2017 Antam diberi kuota ekspor bijih nikel sebanyak 2,7 juta wmt.(ES/AT)