JAKARTA – Upaya peningkatan produksi miga siap jual atau lifting migas dalam beberapa tahun terakhir masih belum memberikan hasil positif. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat realisasi produksi lifting migas semester 1 atau enam bulan pertama tahun 2022 cukup jauh dibawah target.

SKK Migas sendiri mengklaim unplanned shutdown di beberapa lapangan migas masih menjadi biang kerok tidak tercapainya target lifting.

Hingga Juni rata-rata lifting untuk minyak misalnya baru mencapai 614,5 ribu barel per hari (BPH) atau baru mencapai 87% dari target sebesar 703 ribu BPH. Sementara, untuk gas mencapai 5.326 juta kaki kubik per hari (MMscfd) atau 92% dari target 5.800 MMscfd.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan selain karena unplanned shutdown, tidak tercapainya target lifting migas diakibatkan oleh mundurnya penyelesaian proyek strategis nasional hulu migas, seperti proyek Jambaran Tiung Biru dan Tangguh Train 3 yang telah dimasukkan dalam perhitungan pada penyusunan target lifting di APBN 2022.

“Ada beberapa hal yang mempengaruhi capaian target lifting ini mundurnya proyek-proyek besar,” ujar Dwi dalam konferensi pers, di Gedung SKK Migas, Jakarta Jumat (15/7).

Tahun ini sendiri ada 12 proyek hulu migas yang ditargetkan rampung, dimana hingga semester pertama sebanyak 6 proyek hulu migas sudah bisa diselesaikan dari target 12 proyek di tahun ini.

“Untuk proyek strategis nasional hulu migas yang akan onstream di tahun 2022 adalah Jambaran Tiung Biru (JTB). Karena itu sisa tahun 2022, akan terjadi tren peningkatan produksi dan lifting migas nasional”, kata Dwi.

Dia optimistis semester kedua akan lebih baik ketimbang semester pertama lantaran
beberapa aktivitas di semester pertama 2022 sudah melebihi realisasi pada tahun 2021. Diantaranya pengeboran sumur pengembangan yang mencapai 348 sumur atau lebih tinggi 87% dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2021 sebanyak 186 sumur. (RI)