JAKARTA– Tarif listrik yang dijual PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan, untuk konsumen kategori rumah tangga, bisnis, dan industri tercatat cukup kompetitif dibandingkan lima negara anggota ASEAN, yaitu Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan Vietnam.

Berdasarkan data harga jual listrik ASEAN Juli 2018, tarif listirk rumah tangga di Indonesia berada di level US$ 11 sen, lebih rendah ketimbang Thailand, Singapura, dan Filipina, namun lebih tinggi dibandingkan Malaysia dan Vietnam.

Sementara itu, untuk kategori bisnis dan industri, tarif listrik di Indonesia termasuk paling murah di antara lima negara lain.

Tarif listrik bisnis besar bahkan hanya US$ 8,36 sen, lebih rendah ketimbang tarif listrik di Malaysia yang tercatat US$ 9,60 sen apalagi Singapura yang mencapai US$ 14,02 sen. Untuk listrik industri, tarif listrik di Indonesia hanya kalah dari Vietnam. Bila tarif listrik yang dijual PLN sebear US$ 8,36 sen untuk industri menenangah dan US$ 7,47 sen untuk industri besar, tarif listrik Vietnam masing-masing US$ 7,81 sen untuk industri menengah dan US$ 7,41 sen untuk industri besar.

“Berdasarkan data yang kami himpun, kami pastikan bahwa selain kompetitif, tarif listrik di Indonesia juga paling stabil dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, akhir pekan lalu.


Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak ada kenaikan tarif listrik bagi pelanggan penerima subsidi sejak tahun 2017 hingga 2019 mendatang. Hal ini semata-mata dilakukan Pemerintah demi menjaga daya beli masyarakat.
Besaran tarif rata-rata saat ini untuk pelanggan rumah tangga 450 VA sebesar Rp 415 per kWh, Rumah tangga 900 VA tidak mampu sebesar Rp 586 per kWh, Rumah tangga 900 VA mampu sebesar Rp 1.352 per kWh dan pelanggan non subsidi (tariff adjustment), sebesar Rp 1.467 per kWh.

Untuk tarif adjustment, tarif tenaga listrik di Indonesia bagi pengguna rumah tangga nonsubsidi ini dikonversikan sekitar US$11 sen /kWh, masih lebih murah dibanding tarif listrik rumah tangga di Thailand yang mencapai US$ 12,41 sen/kWh, Singapura US$19,97 sen/kWh, dan Filipina US$18,67 sen/kWh.

Agung menjelaskan komitmen Pemerintah untuk menjaga tarif yang lebih kompetitif di tahun mendatang. “Coba bandingkan dengan negara lain. Pemerintahan mereka sudah beberapa kali menaikkan tarif listrik. Kami tidak ada perubahan tarif bahkan kami optimis akan menciptakan tarif yang lebih kompetitif bila program 35.000 MW berjalan sesuai target,” katanya. (DR)