JAKARTA – Pemerintah siap menebar berbagai insentif kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) agar masif melakukan kegiatan demi mengejar target produsi minyak satu juta barel per hari (bph). Namun janji karpet merah kepada para pelaku usaha itu dinilai bukanlah solusi dan justru bisa berujung pada kerugian negara

Kardaya Warnika, Anggota Komisi VII DPR,  mengungkapkan menebar berbagai insentif di sektor hulu akan sia-sia jika kepastian hukum di Indonesia belum bagus yang menjadi syarat utama para pelaku usaha untuk berinvestasi di tanah air.

“Kepastian hukumnya masih belum bagus maka investor tidak akan masuk. Karena apa? yang diinvestasikan itu uangnya sangat besar dan keluarnya sangat lama,” kata Kardaya dalam sesi diskusi virtual di CNBC TV Indonesia, Senin (8/2).

Untuk itu rencana untuk memberikan berbagai insentif tersebut harus dikaji ulang ditambah dengan penjelasan detail tentang kepastian mengejar target satu juta bph.

Misalnya, di negara lain untuk menggenjot target produksi, hal utama yang dilakukan adalah melalui kegiatan eksplorasi. Sementara pemerintah sangat menitik beratkan pada kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR).

Tapi yang jadi masalah eksplorasi di tanah air juga belum masif kegiatannya. Padahal dengan banyaknya kegiata eksplorasi maka dan ditemukan potensinya, baru bisa segera meningkat ke tahap evaluasi arah keekonomian dan selajutnya baru diproduksi. Tapi untuk menuju ke tahap itu diperlukan adanya kepastian hukum dalam berinvestasi.

“Kalau ini oke nanti dilanjutkan pada masalah kepastian hukum. Di Indonesia itu hukumnya sendiri bagaimana? Ada enggak kepastian hukumnya? bagaiamana ini perkembangannya,” kata dia.

Widyawan Prawira Atmaja, Praktisi Migas, mengatakan revisi Undang-Undang (UU) Minyak dan Gas Bumi sangat krusial dalam mendukug target di sektor migas. Jika ingin berbicara mengenai kepastian hukum di Indonesia, maka hal yang paling mendasar yakni mengenai penyelesaian RUU Migas.

“Kalau boleh nembak. Ini UU Migas sudah lama pak, sudah lebih dari 9 tahun enggak jadi-jadi,” kata Widyawan.(RI)