JAKARTA –  Satuan Kerja Khsusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) memiliki empat pilar strategis menuju produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 juta kaki kubik per hari (MMscfd).

Pilar pertama, meningkatkan kapasitas aset eksisting yang ada saat ini. Kedua, meningkatkan Resource to Production (RtoP) atau cadangan menjadi produksi. Ketiga, mengimplementasikan Enhance Oil Recovery (EOR). Serta keempat, meningkatkan aktivitas eksplorasi.

Mulai 2020 hingga 2025 adalah tahapan untuk membangun fondasi untuk mencapai target tahun 2030 tersebut. Fondasi tersebut diharapkan telah kuat dan mulai memberikan efeknya mulai 2025.

“Peningkatan kapasitas aset eksisting dengan perencanaan pengurasan cadangan secara terintegrasi melalui menajemen reservoir yang bagus, pengeboran, workover, well service secara masif dan agresif serta mempercepat monetisasi lapangan-lapangan,” kata Hery Margono, Vice President Bidang Sekretaris SKK Migas, belum lama ini.

Lalu diterapkan juga production enhancement technology yang telah diterapkan secara masif di 11 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2019 dan 12 KKKS tahun 2020 diantaranya sand consolidation, electromagnetic scale dan GLPO. “Kemudian optimalisasi biaya secara lean, sinergi dan strategic,” ujarnya.

Usaha untuk mengakselerasi R to P diantaranya telah dilakukan percepatan monetisasi penemuan migas yang belum dikembangkan (27 proyek baru migas).

“Optimasi Plan of Development (PoD), world class project management melalui optimalisasi lapangan dan kajian komersial, pengelompokan sumber daya gas, project opportunity and gas market (LNG,CNG, GTL, Petrochemical),” ungkap Hery,

Untuk EOR beberapa upaya yang dilakukan adalah telah dilaksanakannya pilot project di empat lapangan diantaranya Lapangan Minas di blok Rokan, Lapangan Kaji Semoga blok Rimau, Lapangan Widuri di blok OSES serta Lapangan Tanjung.

Dalam data SKK Migas ada potensi cadangan yang bisa diproduksi dari implementasi EOR mencapai 3,02 miliar barel minyak (recoverable resources) dari 53 lapangan. Telah dialokasikan US$442 juta untuk EOR dalam komitmen kerja pasti.

“Percepatan komersialisasi EOR ditargetkan tahun 2024 untuk lapangan Minas dan lapangan Batang,” ujar Hery.

Kemudian untuk eksplorasi yang akan digalakan secara masif sebenarnya sudah bisa terlihat dari adanya sembilan penemuan baru lewan pengeboran sumur ekspolorasi pada 2020 dengan total sumber daya mencapai 109 juta barrel oil equivalent (BOE)

Hery juga mengatakan dari ada data dari hasil survei seismik 32 ribu km 2D yang dilakukan oleh PHE Jambi Merang menjadikannya sebagai akuisisi seismik terbesar di Asia Pasifik selama 10 tahun terakhir.

“Telah dialikasikan US$1,44 miliar untuk eksplorasi dalam komitmen pasti dan komitmen kerja pasti 2017-2030,” kata Hery.

Lalu telah dilakukan dataroom dan regional studies serta SKK Migas juga mendorong adanya keterbukaan data guna meningkatkan akfivitas eksplorasi.

SKK Migas masih meyakini target di tahun 2030 akan bisa tercapai dengan asumsi tidak terjadi penurunan harga secara drastis, tidak terjadi bencana serta adanya stabilitas kondisi keamanan, politik, sosial dan ekonomi nasional.

Adapun transformasi sektor hulu migas yang disiapkan sebagai instrumen dari empat pilar untuk mencapai target tersebut diantaranya dari sisi model kontrak atau fleksibilitas bagi hasil, kajian penggunaan berbagai model keekonomian, adanya perubahan kebijakan fiskal, minimalisasi planned ataupun unplanned shut down fasilitas produksi.

Lalu pengadaan bersama alat atau fasilitas. Jadi alat atau fasilitas bisa digunakan oleh beberapa KKKS. Kemudian referensi biaya, pengelolaan aset transisi dan pemanfaatan aset. Penggunaan kimia dalam implementasikan EOR.

SKK Migas juga berjanji akan lebih terbuka soal data migas. Perizinan yang harus lebih lancar serta penerapan teknologi dan digitalisasi. SKK Migas juga berubah menjadi pengawas dan pengendali menjadi pengelola serta peningkatan engagement dengan KKKS.(RI)