KEBUTUHAN akan energi gas di wilayah Indonesia tengah dan timur diyakini semakin hari terus meningkat seiring  pertumbuhan ekonomi serta pemerataan pembangunan infrastruktur yang terus digenjot pemerintah.

Peluang itu kemudian disambut PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dengan ekspansi Bisnis gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) melalui anak usahanya PT PGN LNG Indonesia (PGN LNG) yang akan membangun fasilitas LNG di 10 lokasi tersebar di wilayah Indonesia tengah dan timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tengara, Lombok.

Mugiono, Direktur Utama PGN LNG menyatakan PGN LNG merupakan salah satu peserta tender yang dibuka oleh PT PLN (Persero) untuk penyediaan receiving terminal LNG yang fungsi utamanya adalah untuk memasok kebutuhan LNG bagi pembangkit-pembangkit listrik bertenaga gas.

Tidak hanya membangun terminal, PGN LNG juga akan membangun berbagai fasilitas lain sehingga membentuk suatu sistem pengolahan LNG terintegrasi terbesar yang pernah dibuat di dunia.

“Mulai penyediaan kapal LNG, bangun Floating Storage Regasification Unit (FSRU), dan receiving terminal,” kata Mugiono saat ditemui di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), belum lama ini

Total investasi yang dibutuhkan untuk membangun berbagai fasilitas tersebut mencapai US$ 1 miliar dengan kapasitas maksimal pengolahan sebesar 150 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

PGN akan membangun satu FSRU, menyediakan dua kapal LNG sebagai feeder, serta 10 LNG receiving terminal. Ke 10 receiving terminal nanti akan dibagi menjadi dua kluster. Tugas dua kapal LNG feeder nantinya akan memasok kebutuhan LNG ke receiving terminal.

“Jadi dari FSRU nanti diangkut diecer menggunakan kapal kecil ke dua kluster tadi ke receiveing terminal yang terkoneksi langsung dengan pembangkit,” ungkap Mugiono.

Untuk tender kali ini PGN LNG  bermitra dengan membentuk konsorsium bersama PT Pertamina (Persero) dan ENGIE,  perusahaan pengembang LNG asal Perancis. Dalam perkembangan terakhir PGN LNG sukses menjadi satu dari dua bidder tersisa.

Saat ini tahapan tender hanya tinggal menyisakan pembahasan proposal komersial yang diajukan masing-masing bidder kepada PLN

“Ada dua tahap prosesnya, pertama dari administrasi dan teknik kami sudah lolos sudah diumumkan konsorsium lolos. Lalu berikutnya menyerahkan proposal komersial penawaran,” kata dia.

Lebih lanjut Mugiono menjelaskan rencana pembangunan fasilitas LNG ini tidak hanya sebagai wujud fungsi PGN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam penyediaan infrastruktur energi, namun juga karena potensi dari sisi bisnis LNG sebenarnya memang cukup menjanjikan di masa yang akan datang.

Pasalnya untuk memasok kebutuhan gas di wilayah Indonesia timur dan tengah tidak mungkin menggunakan jaringan gas pipa dikarenakan karakteristik geografis wilayah berupa kepulauan juga tidak mendukung.

Apalagi banyak sumber-sumber gas di darat jumlah cadangannya terus berkurang, maka mau tidak mau pergeseran pemanfaatan dari gas pipa menjadi LNG cepat atau lambat pasti akan terjadi. Berbagai sumber gas baru di tanah air pun letaknya berada di lautan seperti Blok Masela dan Blok Kasuri.

“Potensi bisnis bagus sekali. Kalau kita bicara infrastruktur itu baru sebagian terbangun di barat yang sebagian dibangun PGN yang Sumatera, SSWJ, Duri-Dumai, pipa ke Singapura atau di Jawa tapi kalau kita bicara Kalimantan, Sulawesi, Papua apalagi, itu harus pakai LNG kan kecil-kecil tersebar jauh-jauh,” ungkap dia.

Achmad Widjaja, Wakil Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia, mengatakan tidak hanya untuk pembangkit listrik, LNG juga akan diserap industri.

Pengembangan fasilitas LNG ini harus segera terealisasi karena kebanyakan sumber gas Indonesia yang ditemukan berada di wilayah laut dalam. Jadi agar pengembangan sumber gas lancar maka fasilitas pengolahan pun harus disiapkan.

“Persiapan kedepan harus di kalau semua laut dalam sudah terwujud dan semua onshore terintegrasi,” tukasnya dia.

Hingga saat ini, PGNi telah mengelola dua FSRU di Lampung dan Jawa Barat. Seiring tambahan fasilitas LNG  serapan gas domestik diharapkan semakin meningkat dan harganya juga bisa ditekan. Sehingga kemandirian energi yang ditargetkan pemerintah bisa terwujud.

Menurut Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, langkah PGN perlu diapresiasi,  apalagi pengembangannya dilakukan dengan integrasi antar BUMN yakni, PT Pertamina (Perseo) dan PT PLN (Persero).

Adanya sinergi ini tentu bisa menekan biaya pembangunan infrastruktur yang seringkali menjadi hambatan dalam pemanfaatan gas.

“Ini sinergi yang bagus antar BUMN, secara pembiayaan dan sinergi infrastruktur akan semakin baik,” ungkap dia.

Menurut Komaidi, rencana ini menunjukkan signal positif bagi upaya peningkatan pemanfaatan gas. “Terdapat kemajuan yg signifikan dalam merealisasikan roadmap pemanfaatan gas untuk dalam negeri,” kata dia.

Tutuka Ariadji, Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan (IATMI) menyatakan arah pengembangan Kawasan Indonesia Timur dengan memanfaatkan energi gas yang ditransportasikan dengan LNG adalah tepat.

“Misalnya gas dari Masela dan Kasuri apabila dimanfaatkan untuk pengembangan industri dan listrik di Kawasan tersebut,” kata dia saat dihubungi Dunia Energi.

Tutuka menambahkan hal itu sejalan dengan kebijakan keberpihakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan domestik. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun terminal LNG selain kebutuhan (demand) setempat adalah teknis pelaksanaan distribusi maupun pemilihan lokasi pembangunan fasilitas nantinya dengan memperhatikan kondisi kelautan, daratan, serta kegempaan di kawasan tersebut.

Kondisi kelautan menyangkut Gelombang, pasat surut pasang naik yang tentunya akan mempengaruhi bagaimana kapal LNG akan dapat berlabuh.

“Sedangkan kondisi daratan adalah misalnya kondisi tanah yang memungkinkan dan tidak terlalu berbiaya mahal untuk dibangun terminal,” tandas Tutuka.(RI)