JAKARTA – PT PLN (Persero) berada di bawah bayang-bayang kondisi over supply atau kelebihan daya listrik hampir di seluruh sistem kelistrikan yang ada di Indonesia. Sistem Jawa-Bali jadi yang paling tinggi tingkat kelebihan dayanya.

Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN, menyatakan secara nasional over supply di interkoneksi Kalimantan 57%, di Lombok 37%, di Jawa Bali sekitar 44%, Nias 89%, sulutgo 47%, ternate 58%.

“Jadi over supply itu definisi di mana satu, keandalan sistem menjadi sangat tinggi karena pasokan listrik itu redundancy-nya cukup tinggi tetapi biayanya juga menjadi lebih tinggi lagi. Kondisi ideal di antara 24%-35%,” kata Darmawan dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (5/7).

Kondisi kelebihan daya ini bakal terus membayangi PLN, pasalnya menurut Darmawan, sampai tahun 2026 nanti masih ada pembangkit listrik yang masuk ke dalam sistem PLN. Dia menilai memang demand atau permintaan listrik juga bakal tumbuh. Namun belum diketahui berapa besar pertumbuhan permintaan listrik ke depannya.

“Ditambah tentu aja ada demand yang masuk. Berapa banyak yang masuk dibandingkan dengan demand yang masuk. Untuk itu kami berusaha mengejar dengan demand terus ditambah. Karena begitu demand ditambah terus bisa mengimbangi pasokan,” ujar Darmawan.

PLN harus bisa menjaga momentum peningkatan permintaan energi pasca pandemi. Ini bisa jadi tren positif memang. Dalam data perusahaan pada tahun 2022 penjualan listrik tumbuh 6%.

“Itu 274 TWh, ini lebih tinggi 16,1 TWh atau setara dengan penambahan revenue skeitar Rp2,2 triliun dibanding 2021. Bahkan ini lebih tinggi sekitar 10,7 TWh dibanding RKAP kami, yaitu hanya sekitar 263 TWh,” ungkap Darmawan.

Selain itu, PLN juga melakukan beberapa inisiasi untuk terus menjaga tren peningkatan pertumbuhan penjualan listrik seperti captive acquisition, menfasilitasi program diskon untuk tambah daya,

“Kami juga melakukan electrifying lifestyle, electrifying agriculture, electrifying marine, kemudian juga hilirisasi pengembangan kawasan industri,” jelas Darmawan. (RI)