JAKARTA – PT PLN (Persero) membatalkan program pengalihan kompor LPG 3 kg ke kompor listrik. Langkah ini dilakukan guna menjaga kenyamanan masyarakat dalam pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.

“PLN memutuskan program pengalihan ke kompor listrik dibatalkan. PLN hadir untuk memberikan kenyamanan di tengah masyarakat melalui penyediaan listrik yang andal,” ujar Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN (27/9).

PLN juga memastikan tarif listrik tidak naik. Penetapan tarif listrik ini telah diputuskan Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Tidak ada kenaikan tarif listrik. Ini untuk menjaga peningkatan daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi,” ucap Darmawan.

Selain itu, PLN juga memastikan tidak ada penghapusan golongan pelanggan dengan daya 450 Volt Ampere (VA). Daya listrik 450 VA juga tidak akan dialihkan menjadi 900 VA sehingga tarifnya tetap sama untuk masing-masing golongan.

“Keputusan Pemerintah sudah sangat jelas. Tidak ada perubahan daya dari 450 VA ke 900 VA dan PLN siap menjalankan keputusan tersebut. PLN tidak pernah melakukan pembahasan formal apapun atau merencanakan pengalihan daya listrik 450 VA ke 900 VA. Hal ini juga tidak ada kaitannya dengan program kompor listrik,” jelas Darmawan.

Harus Lebih Kreatif Atasi Surplus Listrik

Sebelumnya program kompor listrik selain mempunyai fungsi untuk menekan impor LPG, tidak sedikit pihak yang menilai rencana tersebut sebagai cara untuk meningkatkan konsumsi listrik guna mengatasi kelebihan beban atau over supply yang dialami oleh PLN.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, memiinta PLN lebih kreatif mengatasi surplus listrik seperti yang terjadi saat ini. PLN harus bisa mengembangkan berbagai program agar permintaan listrik tumbuh tanpa membebani ekonomi masyarakat kecil.

“PLN jangan hanya bertumpu pada satu program dan satu segmen pelanggan untuk mengatasi surplus listrik ini. Termasuk peningkatan demand listrik industri dan pelanggan kelas menengah-atas. Coba buat program untuk seluruh segmen pelanggan agar beban kelebihan produksi listrik tidak ditanggung oleh satu pihak,” kata Mulyanto, Selasa (27/9).

Mulyanto menuturkan kelebihan produksi listrik ini harus dipikirkan secara serius penyelesaiannya. Mengingat dampak kelebihan produksi listrik ini sangat mempengaruhi keuangan PLN. Akibat kelebihan produksi listrik ini PLN harus menanggung utang yang sempat menyentuh Rp500 triliun.

Pemerintah kata Mulyanto juga seharusnya ikut bertanggung jawab. Jangan sampai terjadi ketimpangan antara permintaan dan pasokan listrik.

“Pemerintah juga harus mengevaluasi kelanjutan program 35 ribu MW. Program ini perlu direscheduling sehingga fit dengan rencana kerja PLN,” ungkap Mulyanto.

Pemerintah kata dia harus bisa menata ulang perjanjian dengan perusahaan listrik swasta atau independent power producer (IPP). “Perlu dilakukan negosiasi ulang COD (jadwal operasi komersil) dan klausul TOP (take or pay) dalam perjanjian jual-beli listrik,” ujar Mulyanto. (RI)