JAKARTA – PT Pertamina (Persero) diminta untuk meningkatkan  distribusi bahan bakar minyak (BBM) khusus penugasan, Premium. Pasalnya, pemerintah menilai volume penyaluran pada Januari-Maret 2018 jauh lebih kecil dibanding periode yang sama tahun lalu.

Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan  realisasi penyaluran Premium selama tiga bulan pertama tahun ini menurun jika dibandingkan tiga bulan pertama pada tahun lalu.

Realisasi penyaluran Premium pada Januari-Maret 2017 untuk wilayah Jawa Madura Bali (Jamali) sebesar  1.546.089  kilo liter (KL) dan untuk wilayah non Jamali 2.031.894 KL

Pada Januari – Maret 2018, volume Premium yang disalurkan di wiayah Jamali hanya 774.435 KL dan untuk non Jamali 1.324.039 KL.

“Jamali 50% turunnya, non Jamali 35%, justru itu coba kami samakan kayak tahun lalu biar tidak ada kelangkaan,” kata Djoko saat ditemui di Gedung DPR  Jakarta, Selasa (10/4).

Dia mengatakan kesulitan untuk mendapatkan Premium yang selama ini diberitakan lebih kepada perubahan pola konsumsi. Sejak satu tahun belakangan misalnya, penggunaan BBM jenis Premium menurun karena masyarakat lebih memilih menggunakan Pertalite yang kualitasnya lebih baik, namun selisih harga tidak terlalu jauh.

Namun seiring dengan pergerakan harga minyak dunia harga Pertalite juga ikut naik. Hal itu membuat  konsumsi masyarakat kembali beralih mencari BBM yang lebih murah harga. Pertamina sudah terlanjur menyediakan infrastruktur untuk BBM jenis Pertalite, sehingga ketika ada peralihan maka infrastruktur untuk BBM Premium menjadi terbatas.

Pertamina pun kembali diminta untuk mempercepat dan meningkatkan kembali distribusi Premium ke masyarakat.

“Kalau harga minyak naik mau tidak mau naik harga (Pertalite) kan. paling murah kan Premium ya  masyarakat beli Premium. Kami harus utamakan kepentingan masyarakat,” ungkap dia.

Namun demikian Djoko meminta dalam implementasinya, Pertamina jangan hanya berpatokan pada kuota. Berapapun kebutuhan masyarakat tetap harus dipenuhi, baik itu melebihi realisasi tahun lalu ataupun kurang dari realisasi.

“Yang penting kebutuhan masyarakat terpenuhi, bukan jumlah-jumlahnya. Kalau kebutuhan masyarakat hanya tambah 10%, ya 10%. Pokoknya kebutuhannya masyarakat dijamin,” kata dia.

Syahrial Mukhtar, Sekretaris Perusahaan Pertamina, mengklaim sampai saat ini belum ada laporan secara resmi terkait kelangkaan  Premium. Adapun penurunan konsumsi Premium sudah terjadi sejak tiga tahun lalu saat Pertalite mulai dipasarkan.

“Kalau ada informasi hal seperti itu (kelangkaan) di lapangan segera infokan di daerah mana. Namun tren penggunaan Premium turun terus dari 2015-2016. Ini menunjukan bahwa masyarakat memang memilih Pertalite,” kata Syahrial.

Kondisi tersebut tentu membuat Pertamina menyediakan infrastruktur untuk BBM non Premium seperti Pertalite, karena penyediaannya disesuaikan dengan permintaan di pasar.

“Infrastruktur menyesuaikan dengan demand yang ada. Sekarang Premium kan turun terus. Infrastruktur seperti tangkinya pasti lebih kecil dong dibanding yang dulu 2-3 kali konsumsinya. Itu normal saja,” kata Syahrial.

Menurut Muchamad Iskandar, Pelaksana Tugas Direktur Pemasaran Retail Pertamina, kondisi yang ada saat ini berpotensi terus menekan Pertamina. Kegiatan pengembangan bisnis perusahaan akan terganggu. “Belum tahu. Pasti (terganggu), tapi nominal segala macam belum dihitung,” tandas Iskandar.(RI)