JAKARTA – Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) yang tengah dibahas di DPR diharapkan dapat mendorong pengembangan energi terbarukan.

Herman Darnel Ibrahim, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), menilai akselerasi pengembangan energi terbarukan perlu dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Demi mendorong percepatan, proyek-proyek energi terbarukan harus masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero).

“Ketentuan yang terkait dengan penyiapan kandidat proyek pembangkit listrik ET sampai studi kelayakan (Feasibility Study/FS) juga perlu dicantumkan dalam RUU EBT,” kata Herman, dalam acara bincang-bincang, Senin (15/2).

Menurut Herman, untuk bisa masuk dalam RUPTL PLN maka sebuah proyek harus ada studi kelayakannya. Karena, hal ini terkait dengan keekonomian, lokasi, maupun harganya.

“Pemerintah menyiapkan proyek sampai FS. Selama ini belum ada APBN dikeluarkan untuk FS, jadi hanya menunggu swasta,” kata dia.

Herman mengatakan sejumlah hal yang perlu dimasukkan dalam pos anggaran APBN terkait energi terbarukan, antara lain pemerintah wajib menyediakan anggaran untuk inventarisasi, survei, dan studi kelayakan kandidat proyek. Pemerintah juga wajib memberikan insentif fiskal yang dibutuhkan untuk meningkatkan kelayakan pengembangan proyek untuk jenis energi terbarukan tertentu.

Selain itu, pemerintah wajib membangun kemampuan lembaga keuangan untuk pendanaan proyek energi terbarukan. Hal lainnya, pemerintah wajib membangun kemampuan produksi peralatan energi terbarukan dengan teknologi dalam negeri.

Dari sisi perencanaan, pemerintah perlu mencantumkan besaran pembangunan pembangkit dan produksi listrik energi terbarukan dan pembiayaan di dalam APBN. “Kalau RUU EBT bisa mendorong energi terbarukan bisa masuk ke APBN seperti migas (minyak dan gas), ini sebuah kemajuan,” kata Herman.(RA)