JAKARTA – Penjualan bijih tembaga dan emas PT Freeport Indonesia hingga September 2019 tercatat turun signifikan jika dibanding periode yang sama tahun lalu. Kathleen Quirk, Executive Vice President and Chief Financial Officer Freeport McMoRan,  mengungkapkan realisasi penjualan tembaga dan emas tahun hingga kuartal III tahun ini sesuai dengan rencana perusahaan. Penurunan penjualan  disebabkan oleh peralihan kegiatan dari tambang terbuka ke bawah tanah.

Dalam laporan operasi dan keuangannya, realisasi penjualan tembaga ore dari tambang di Indonesia hingga sembilan bulan 2019 hanya 464 juta pon. Capaian tersebut turun sekitar 53,74% jika dibanding penjualan tembaga pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai satu miliar pon. Untuk penjualan emas tercatat hanya 659 ribu ounces, turun 68,69% dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar 2,1 juta ounces.

Rendahnya penjualan  sejalan dengan realisasi produksi tembaga ore sebesar 461 juta pon, lebih rendah 53,44% dibandingkan produksi periode yang sama tahun lalu 990 juta pon. Untuk produksi emas 645 ribu ounces, turun 69,12% dibandingkan produksi periode yang sama 2018 sebesar 2,09 juta ounces.

Quirk mengatakan realisasi penjualan tersebut sesuai dengan rencana perusahaan. Dari tambang terbuka, pihaknya memang hanya dapat menambang bijih berkadar tinggi dalam jumlah kecil.

“Proyeksi kami mengasumsikan hal ini akan berlanjut hingga November. Tetapi di akhir September, kami membukukan stok konsentrat yang lebih tinggi dan kami akan berupaya menguranginya pada kuartal keempat ini,” kata Quirk dalam conference call belum lama ini.

Dalam keterangan resmi Freeport McMoRan, Freeport Indonesia telah memperpanjang masa penambangan di tambang terbuka hingga November.

“Kami melakukan ini pada batas tertentu, tetapi memang ini (tambang terbuka) masih memiliki bijih kualitas tinggi, jadi berdampak pada kami. Ada kemungkinan kami akan memperpanjang tambang ini lebih lama, tetapi fokus kami adalah mengupayakan peningkatan produksi di tambang bawah tanah berjalan baik,” ujarnya.

Dengan dimulainya transisi kegiatan tambang dari bawah tanah, produksi Freeport Indonesia diproyeksikan baru naik signifikan pada 2021 berasal dari dua tambang bawah tanah yaitu Grasberg Block Cave (GBC) dan Deep Mill Level Zone (DMLZ).

Pada 2021, Quirk menambahkan, sekitar 2/3 produksi tembaga perusahaan akan berasal dari Amerika dan Indonesia. Produksi emas juga diperkirakan akan naik pada saat itu mengingat adanya bijih berkualitas tinggi di Indonesia. “Kemudian karena memiliki bijih kualitas tinggi baik untuk tembaga ore maupun emas, membuat biaya operasi Grasberg menjadi rendah,” katanya.(RI)