NUSA DUA – Pemerintah terus berupaya memperbaiki iklim investasi melalui berbagai perbaikan berbagai regulasi serta kebijakan. Hal itu juga berlaku di industri hulu migas.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyatakan perbaikan iklim investasi sangat krusial untuk mendorong peningkatan cadangan serta produksi migas. Investasi besar-besaran dibutuhkan agar target produksi migas tahun 2030 yaitu 1 juta barel minyak per hari serta 12 ribu MMscfd gas bisa tercapai.

“Investasi besar-besaran diperlukan. rata-rata sekitar US$20 miliar per tahun. Untuk target investasi 2023 US$15,5 miliar tumbuh 28% lebih tinggi dari global 6,5% dan Long Term Plan (LTP),” kata Dwi dalam pembukaan 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (ICIUOG) 2023, Rabu (20/9).

Berbagai kegiatan diperlukan misalnya pemboran lebih dari 1.000 sumur per tahun setelah tahun 2025. Tahun ini saja diproyeksikan ada 827 sumur pemboran dibor ini jauh lebih banyak atau 344% lebih tinggi dari tahun 2020 dimana realisasi pemboran hanya 240 sumur.

Menurut Dwi ada empat komponen penting untuk bisa meningkatkan daya tarik investasi yakni sistem fiskal, masifnya kegiatan operasi produksi serta eksplorasi demi mendapatkan temuan cadangan migas besar (Giant Discovery), upaya penurunan risiko berusaha serta legal dan kontraktual. “Daya tarik naik investasi Indonesia sejak tahun 2020 naik didorong transformasi kebijakan dan fleksibilitas fiskal dan enabler lain . Untuk tarik investasi kita harus berkompetisi dengan negara lain maka banyak pekerjaan rumah terkait kontraktual dan lainnya,” ungkap Dwi.

Industri hulu migas dipastikan akan memainkan peranan penting dalam masa transisi energi untuk memastikan ketahanan energi untuk mendukung perekonomian Indonesia. “Isunya sekarang bagaimana meningkatkan produksi serta menurunkan emisi karbon di waktu yang sama,” kata Dwi.

Sementara itu, Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Marves), mengungkapkan bahwa pemerintah akan selalu terbuka menerima masukan dan saran dar para pelaku usaha untuk memperbaiki iklim investasi.

“Saya juga mendorong agar bisa bekerja lebih efektif dan efisien melalui digitalisasi proses bisnis untuk sehingga bisnis hulu migas lebih kompetitif,” ungkap Luhut.

Ke depan, menurut Luhut Indonesia bakal lebih membutuhkan energi gas apalagi dengan kondisi impor LPG yang sangat tinggi maka penggunaan gas untuk kebutuhan domestik harus ditingkatkan. Ini bisa ditempuh dengan meningkatkan kemampuan industri hilir migas. Misalnya beberapa produk petrokimia seperti ammonia, blue ammonia, green ammonia, methanol termasuk blue dan green methanol.

Untuk bisa mengimplementasikan itu, maka industri hulu migas juga harus siap menambah investasi untuk menerapkan Carbon Capture and Storage (CCS). “Untuk membangun CCS Hub diperlukan komitmen bersama diantara industri, pemerintah, dan swasta mendorong agenda CCS di Indonesia,” tegas Luhut. (RI)