CHICAGO– Harga emas berjangka di Divisi COMEX New York Mercantile Exchange ditutup lebih rendah pada perdagangan Selasa karena saham menguat dan dolar AS menguat. Reuters menyebutkan kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Juni 2019 turun US$4,1, atau 0,32%, menjadi ditutup pada US$1.273,20 per ounce.

Indeks dolar AS yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama naik 0,1% menjadi 98,03, tak lama sebelum penutupan perdagangan emas.
Emas dan dolar biasanya bergerak berlawanan arah. Jika dolar naik, emas berjangka akan jatuh karena emas dibeli dalam dolar menjadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain.

Sementara itu, acuan bursa saham Wall Street bangkit pada Selasa. Indeks Dow Jones Industrial Average naik 167,67 poin atau 0,65 persen menjadi 25.847,57 tak lama sebelum perdagangan emas berakhir. Demikian pula dengan Indeks S&P 500 dan Indeks Komposit Nasdaq mengikuti kenaikan Dow.
Ketika ekuitas membukukan keuntungan, logam mulia biasanya turun karena investor tidak perlu mencari tempat yang aman (safe haven).

Menjanjikan

Dari dalam negeri dilaporkan, industri emas di Indonesia berpotensi tumbuh karena pasar ekspor masih menarik dan pasar dalam negeri masih bisa ditingkatkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Selasa (21/5) memperlihatkan, ekspor perhiasan dan permata sekitar 4,08% dari total ekspor nonmigas pada Januari-April 2019. Meski demikian, ekspor perhiasan dan permata pada Januari-April 2019 sebesar US$ 1,996 miliar atau turun 12,36% dibandingkan Januari-April 2018.

Gati Wibawaningsih, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Aneka Kementerian Perindustrian, mengatakan Indonesia memasok 4,3% industri perhiasan di seluruh dunia sehingga masih berpeluang ditingkatkan lagi.

Sandra Sunanto, Direktur Utama PT Hartadinata Abadi Tbk, mengatakan ndustri perhiasan emas tumbuh 10% pada 2018. Namun pertumbuhannya tidak sebesar tahun sebelumnya yang berada di level 12%-15%. Kendati demikian, Sandra optimisits industri periasan emas masih akan tumbuh karena permintaan domestik masih meninkat. Saat ini, permintaan perhiasan emas di Indonesia 0,2 gram per kapita per tahun. Padahal di Uni Emirat Arab, konsumsinya bisa 4 gram per kapita per tahun.

World Gold Council menyebutkan, produksi emas Indonesia pada 2018 mencapai 136 ton. PT Aneka Tambang TBk (ANTM) memproduksi 1.967 kilogram dan ditargetkan menjadi 2.2036 kg tahun ini. Aneka Tambang masih mengandalkan emas sebagai sumber pendapatan selain tambang nikel dan bauksit. Per kuartal I 2019, emas memberi kontribusi 63% terhadap pendapatan Aneka Tambang yang mencapai Rp6,22 triliun. (RA)