JAKARTA – Belakangan ini masyarakat dunia terus meningkatkan kesadarannya akan keberlanjutan lingkungan. Salah satu upaya yang kini sedang digagas adalah penerapan pajak karbon secara global. Apabila kebijakan ini diterapkan dalam waktu dekat, maka Indonesia bakal jadi salah satu negara yang akan terkena imbasnya.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menegaskan pemerintah serta para stakeholder terkait termasuk juga pelaku usaha harus sudah sepatutnya bersinergi untuk mencari jalan keluar bersama agar penurunan emisi karbon benar-benar bisa terealisasi. Wacana penggunaan pajak karbon sebagai salah satu cara dunia untuk menekan emisi justru bisa menjadi boomerang bagi Indonesia yang saat ini dinilai belum maksimal dalam menurunkan emisi.

Menurut Arifin di Indonesia masih banyak industri yang menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara atau minyak. Ini yang dapat menjadi batu sandungan besar apabila pajak karbon diterapkan.

“Kami menganggap ancaman yang paling besar adalah justru jika diterapkan praktik carbon mechanisme global akan ada pajak karbon yang disepakati seluruh negara. Contohnya sekarang negara negara skandavian itu sudah menerapkan pajak karbon, apa jadinya negara negara kalau ketinggalan dalam mengurangi emisinya akibatnya industri yang menggunakan energi fosil akan terkena pajak. Itu akan menyebabkan tidak kompetitifnya produksi kita di pasar internasional,” jelas Arifin sela peluncuran buku Public Interest in Energy Sector di Jakarta, Rabu malam (5/7).

Kondisi itu membuat semua pihak di tanah air harus bergerak dan bersinergi. Indonesia dikaruniai oleh energi fosil yang melimpah sehingga kini cara pemanfaatannya yang harus diubah agar emisinya bisa ditekan.

Arifin menyatakan teknologi Carbon Capture Utilization and Storaget (CCUS) jadi solusi untuk mengatai permasalahan energi di tanah air. Apalagi ada kajian yang menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan atau reservoir untuk menyimpan CO2 mencapai 400 Gigaton CO2.

“Kita harus mendorong energi bersih kita harus bisa memanfaatkan sumber-sumber dalam negeri kita untuk mengurangi karbon. Kita dikaruniai luar biasa potensi untuk menyimpan carbon karena ada teknolgi CCUS kita ada reservoir yang sudah kosong dari studi Rystad Energy kita bisa dibilang memiliki kapasitas untuk 400 gigaton CO2,” ujar Arifin.

Menurut dia saat ini kondisi itu sudah disadari para pemain besar dunia. Exxon hingga Chevron kini sedang melakukan kajian untuk menerapkan CCUS di tanah air.

“Sudah banyak yang berebut untuk masuk contohnya Exxon, Chevron, BP langsung mulai apa manfaatnya selain menampaung carbon untuk mendorong kita punya industri nanti ini bisa digunakan untuk carbon hub kita bisa melakukan perdagangan. Jadi dari 400 gigaton tersbeut emisi indonesia itu smapai 2060 paling memanfaatkan 25% saja. ini yang sedang kita develop kalau kita bisa laksanakan dengan baik kita bisa membalikan ancaman jadi kesempatan,” jelas Arifin.