JAKARTA – PT Badak NGL, anak usaha PT Pertamina (Persero) akan mengelola penuh sebagai operator Kilang Liqufied Natural Gas (LNG) di Bontang, Kalimantan Timur mulai 1 Januari 2018.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan salah satu alasan pemerintah memberikan hak pengelolaan penuh ke Badak NGL adalah agar lebih ekonomis.

“Sudah disetujui, keputusannnya ke Badak NGL, mulai secara penuh nanti di 1 Januari 2018,” kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM, Rabu malam (22/11).

Menurut Arcandra,  meskipun tidak menjadi operator Kilang Bontang menjadi pengelola secara penuh, saham Pertamina di Kilang Bontang melalui Badak tetap 55%. Selain Pertamina, Badak NGL dikuasai Vico Indonesia  20%, Japan Indonesia LNG Co (Jilco) 15% dan PT Total EP Indonesie sebesar 10%.

“Sekarang kan 55% Pertamina kemudian sekian persen siapa- siapa itu produser gas pemilik sahamnya. Ke depan sama seperti itu. Sekarang Pertamina tidak masuk lagi sebagai operator, tapi Badak NGL operatornya,” jelas Arcandra.

Pertamina sebenarnya sudah menyatakan minatnya dan telah mengajukan diri untuk menjadi pengelola dan operator penuh di kilang LNG Bontang.

Dengan adanya keputusan tersebut maka persiapan transisi kontrak yang harus melalui ratusan perjanjian tidak perlu dilalui.

“Kalau ditransfer baru ada seratusan agreement yang harus ditandatangani dalam waktu 1,5 bulan ini,” tukas dia.

Kilang LNG Bontang merupakan satu dari dua kilang LNG raksasa yang dimiliki Indonesia dan merupakan aset pemerintah dibawah pengawasan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).

Pada awal dibangun di tahun 1972 Kilang LNG Bontang hanya memiliki dua unit pengolahan atau train namun saat ini sudah memiliki 8 train.

Kilang LNG Bontang saat ini memiliki kapasitas produksi LNG mencapai 22,5 juta ton LNG per tahun. Tidak hanya LNG, kilang Bontang juga telah dimodifikasi untuk bisa memproduksi Liquefied Petroleum Gas (LPG). Saat ini kapasitas produksi LPG mencapai 1,2 juta ton per tahun.(RI)