JAKARTA – Pemerintah masih melakukan kajian terkait dampak harga minyak dunia pada harga jual BBM dan LPG subsidi.

Montty Giriana, Deputi III Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha Milik Negara, Riset dan Inovasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengungkapkan sejumlah perhitungan tengah dilakukan yang meliputi sejumlah aspek antara lain waktu penyesuaian harga, besaran penyesuaian yang memungkinkan serta berapa besar potensi beban subsidi dan kompensasi yang harus ditanggung jika harga tidak disesuaikan.

Montty mengakui ada gap cukup besar antara harga jual BBM saat ini harga keekonomian mengingat harga Indonesian Crude Price (ICP) yang telah menembus US$100 per barel telah melampaui asumsi dalam APBN yang sebesar US$63 per barel.

“Total-total kita harus nombok sekitar Rp 280 triliun kalau misalkan kita tidak melakukan kenaikan harga baik itu LPG, Pertalite maupun Solar kalau ICP-nya kita set US$ 100 per barel,” kata Montty dalam diskusi di CNBC TV Indonesia, Senin (25/4).

Dia menjelaskan, dengan asumsi ICP sebesar US$63 per barel maka subsidi dan kompensasi untuk tiga komoditas mencapai sekitar Rp140 triliun. Kenaikan harga ICP membuat potensi penambahan subsidi dan kompensasi mencapai dua kali lipat dari besaran semula.

Montty melanjutkan pemerintah turut diperhatikan termasuk potensi volume inflasi jika harga dinaikan hingga bantalan sosial untuk masyarakat.

“Sekarang problemnya adalah apakah kita mau kemudian harga tetap tetapi kita harus membelanjakan subsidi dan kompensasi sebesar itu, ataukah kita cari cara lain sehingga angka sebesar itu bisa kita minimize ya,” kata Montty.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sempat mengungkapkan jika ditinjau kembali, dalam asumsi APBN saat ini harga minyak mentah Indonesia atau ICP dipatok sebesar US$ 63 per barel, dan perhitungan alokasi subsidi dan kompensasi BBM dan LPG sekitar Rp 130 triliun. “Jadi ada Rp 190 triliun yang harus bisa disiapkan kembali,” ungkap Arifin. (RI)