JAKARTA – Menyusul peningkatan status pemeriksaan peristiwa kebakaran smelter PT. Indonesia Tsingshan Stanless Steel (ITSS) dari penyelidikan menjadi penyidikan, maka tim audit Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Perindustrian harus transparan dan mengumumkan hasil pemeriksaannya

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, menilai proses pemeriksaan di Kepolisian dan Kementerian harus berjalan secara bersamaan agar diketahui penyebab sebenarnya kecelakaan yang menelan 21 korban jiwa dan 30 korban luka yang hingga kini dirawat di rumah sakit.

Dia mendesak Pemerintah membuat laporan resmi terkait kelayakan operasional smelter PT ITSS. Bila ternyata sarana smelter PT ITSS tidak memenuhi standar maka Pemerintah harus berani mencabut izin operasional perusahaan China tersebut.

“Pemerintah harus mengaudit teknologi dan sistem smelternya sendiri, untuk mengetahui apakah memang smelter yang digunakan di PT. ITSS ini andal bagi keselamatan kerja dan lingkungan. Dikhawatirkan masalahnya bukan hanya pada pelaksanaan SOP tetapi pada keandalan smelternya,” kata Mulyanto, Jumat (5/1).

Mulyanto menegaskan Pemerintah punya kewajiban untuk melindungi masyarakat yang bekerka di perusahaan-perusahaan asing. Karena itu Pemerintah harus memastikan smelter nikel perusahaan China itu digunakan layak dan andal untuk digunakan.

Pemerintah jangan membiarkan warga masyarakatnya menjadi korban uji coba kelayakan peralatan kerja perusahaan asing. Justru sebaliknya Pemerintah harus mendorong terjadinya proses alih-teknologi dari perusahaan asing ke perusahaan dalam negeri. Sehingga pengelolaan SDA nasional ke depan nanti tidak tergantung pada kemampuan perusahaan asing.

“Yang terjadi sekarang justru terbalik. Masyarakat kita seolah dijadikan kelinci percobaan untuk menguji keandalan perangkat kerja perusahaan asing yang investasi di sini. Hal ini jelas merugikan dan membahayakan. Pemerintah harus bertindak,” tegas Mulyanto.

Ledakan serta kebakaran melanda smelter PT ITSS beberapa hari lalu menyebabkan hingga kini 21 korban meninggal dunia. Tidak hanya itu, sedikitnya 38 pekerja sekarang masih dirawat secara intensif di rumah sakit.(RI)