JAKARTA – Pelaku usaha sektor hulu migas meminta pemerintah mengubah aturan main dalam implementasi carbon capture storage (CCS). Aturan yang ada sekarang dinilai belum memberikan keluasaan bagi kontraktor karena masih terbatas menginjeksikan CO2 ke dalam reservoir dimana CO2 berasal dari tempat yang sama dengan lokasi reservoir berada.

Ronald Gunawan, President Indonesia Petroleum Association (IPA), mengungkapkan penerapan CCS sekarang masih dibatasi. Padahal jika tidak pelaku usaha pasti akan memanfaatkan potensi dan peluang yang terbuka dari keberadaan CO2 maupun ketersediaan reservoir di tanah air.

“Memang sekarang masih dibatasi, bahwa source dari CO2 yang diinjeksikan itu adalah source dalam dalam area itu sendiri,” ungkap Ronald dalam paparannya di Jakarta (20/7).

Pemerintah kata dia harus segera merealisasikan penerbitan regulasi yang memungkinkan kontraktor bisa menginjeksikan CO2 yang bersumber dari wilayah lain yang bukan merupakan wilayah lokasi reservoir berada. Dengan begitu bisnis carbon capture akan mengalir dengan lebih smooth dan geliat bisnis carbon capture juga bisa terus digenjot. “Government lagi bikin perpres ya, untuk membuat sumber dari CO2 bisa dari tempat lain,” ujarnya.

Permintaan pelaku usaha tersebut dituangkan dalam white paper yang akan diserahkan ke pemerintah dalam pelaksanaan IPA Convenstion and Exhibition 2023 pekan depan. Menurut Ronald keputusan pemerintah terkait penerapan CCS maupun CCUS (Carbon Capture Storage and Utilization) cukup krusial karena ke depan tuntutan terhadap emisi redah semakin besar padahal di sisi lain kebutuhan akan energi fosil seperti migas di Indonesia masih akan tetap besar. Agar energi fosil itu bisa dimanfaatkan maka tidak ada jalan lain selain tetap memproduksi namun emisinya ditekan bahkan dihilangkan yakni dengan CCS/CCUS tadi.

“Ini nggak mudah karena CCS/CCUS selama ini yang dipikirkan aduh nambah uang lagi. Disitu kita akan bahas CCS/CCUS bisa diliat sebagai salah satu bisnis opportunity, jadi nggak hanya memberatkan, tapi Indonesia bisa menggunakan ini sebagai business opportuniyy karena kita punya kelebihan, reservoir banyak,” jelas Ronald.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif telah menetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.

Pertimbangan dalam penyusunan aturan ini adalah Indonesia memiliki formasi geologis yang dapat digunakan untuk menyimpan emisi karbon secara permanen melalui penggunaan teknologi dalam kegiatan penangkapan dan penyimpanan karbon serta kegiatan penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS), sehingga dapat mendukung upaya pencapaian target komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change) menuju arah pembangunan rendah emisi gas rumah kaca dan berketahanan iklim pada tahun 2050.

Pertimbangan lain dalam aturan yang terdiri dari 11 bab dan 61 pasal tersebut yaitu pelaksanaan kegiatan CCS/CCUS juga bermanfaat untuk mendorong peningkatan produksi migas. Selanjutnya, mengingat perlunya landasan hukum dalam pelaksanaan CCS/CCUS pada kegiatan usaha hulu migas tersebut, Pemerintah kemudian menetapkan Permen ESDM ini.

Mengenai pelaksanaan CCS/CCUS pada wilayah kerja hulu migas, terdapat empat fokus yang diatur dalam Permen ini yaitu Aspek Teknis, Skenario Bisnis, Aspek Legal dan Aspek Ekonomi. Terkait Aspek Teknis, dalam aturan ini terdapat dua hal penting yaitu pertama, capture, transport, injection, storage sampai dengan monitoring measurement, reporting dan verification. Kedua, menggunakan standar dan kaidah keteknikan yang baik berdasarkan karakteristik masing-masing lokasi.

Mengenai Skenario Bisnis, dinyatakan dilakukan berdasarkan kontrak kerja sama pada wilayah kerja migas. Selain itu, sumber CO2 tidak hanya dari migas, tapi juga bisa dari industri lain (khusus CCUS) melalui mekanisme B to B dengan Kontraktor Wilayah Kerja Migas.

Selanjutnya diatur dalam Aspek Legal, usulan kegiatan CCS/CCUS oleh KKKS menjadi bagian dari Plan of Development (PoD). Selain itu, kegiatan monitoring dilakukan sampai dengan 10 tahun setelah penyelesaian penutupan kegiatan CCS/CCUS. Diatur pula mengenai pengalihan tanggung jawab ke Pemerintah dan sebagainya.

Terakhir Aspek Ekonomi yang mengatur tentang pendanaan pihak lain, potensi monetisasi karbon kredit berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Terakhir, perlakuan potensi hasil monetisasi penyelenggaraan CCS/CCUS.