JAKARTA – Pemerintah Indonesia mendukung upaya strategis global dalam menekan emisi gas karbon di subsektor batu bara melalu pemanfataan teknologi dan energi baru dan terbarukan (EBT). Langkah ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap pencapaian target emisi nol bersih atau Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih cepat.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan pentingnya subsektor batu bara dalam melakukan adaptasi perkembangan zaman.

“Dalam beberapa tahun mendatang penggunaan batu bara akan kalah pamor dengan EBT sebagai bagian dari proses transisi energi,” kata Arifin, Rabu (22/6).

Kementerian ESDM, kata Arifin, tengah menyiapkan empat strategi dalam mereduksi emisi karbon, yaitu pembangunan industri hilir batu bara, pemanfaatan clean coal technology di pembangkit, Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization Storage (CCUS), dan co-firing biomassa. “Implementasi strategi ini akan mempertimbangkan multiplier effect dari proses transisi energi itu sendiri. Satu sisi menutup sejumlah kesempatan kerja. Sisi lain akan membuka banyak peluang penciptaan lapangan kerja,” jelasnya.

Pertemuan High Level Advisory Group (HLAG) Coal in the Global Net Zero membahas penyusunan laporan khusus mengenai langkah-langkah kebijakan praktis untuk mengurangi emisi karbon yang disebabkan oleh sektor batu bara.

Nantinya, laporan khusus ini akan menganalisa secara komprehensif mengenai dampak dari target NZE terhadap seluruh rantai sektor batubara dan menjadi masukan bagi negara dalam implementasi komitmen kontribusi nasional dan target NZE. “Laporan ini disusun di momentum yang tepat, dimana saat ini harga energi dunia sedang melonjak dan semakin menekankan akan pentingnya aspek ketahanan energi (energy security) dan keterjangkuan (affordability for all),” ungkap Arifin.

Pertemuan HLAG dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari negara anggota International Energy Agency (IEA), perwakilan perusahaan di sektor energi, serta organisasi pengelola pendanaan seperti Asian Development Bank (IDB) dan Climate Investment Fund (CIF). Beberapa isu yang mengemuka dalam diskusi adalah tantangan dalam menyeimbangkan strategi coal phase out dan pengembangan EBT, setiap negara memiliki kapasitas dan kapabilitas yang berbeda dalam proses transisi energi, dukungan pendanaan dan mekanisme pendanaan yang menarik bagi kesuksesan strategi coal phase out masing-masing negara.

Di samping itu, pembahasan lain yang menjadi agenda adalah keterlibatan masyarakat lokal dalam proses transisi energi untuk memastikan implementasi yang efektif dan sesuai serta urgensi dukungan aturan yang kuat dalam proses transisi energi, khususnya bagi negara-negara berkembang. Rencananya, HLAG akan kembali melakukan pertemuan pada Juli 2022 untuk membahas mengenai draft laporan yang sudah disusun bersama. (RI)