Kurang dari 12 jam dari batas akhir pengelolaan Wilayah Kerja Tuban di Jawa Timur, sebuah pertemuan tertutup digelar oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Selasa (27/2) pagi. Pertemuan diiikuti wakil dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, PT Pertamina EP, Joint Operating Body Pertamina-PetroChina East Java, dan wakil dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Dari penyelisikan Dunia-Energi diketahui bahwa pertemuan itu membahas masalah pengelolaan unitisasi lapangan Sukowati di Wilayah Kerja (WK) Tuban dan WK Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero). Rapat hari itu dilaksanakan demi menindaklanjuti surat Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi.

Pada 17 November 2017, Kepala SKK Migas mengirimkan surat Nomor SRT-0712-SKKMA00002017/S1 kepada Menteri ESDM. Isi surat tersebut perihal Permohonan Persetujuan Perubahan Operator Lapangan Unitisasi Sukowati, Fasilitas Produksi Mudi dan FSO Cinta Natomas Pasca28 Februari 2018. Pertemuan itu juga membahas surat Menteri ESDM Ignasius Jonan kepada Kepala SKK Migas Nomor 162/17/MEM.M/2018 tanggal 21 Februari 2018 perihal Pengelolaan WK Tuban Setelah Tanggal 28 Februari 2018.

Berdasarkan salinan hasil rapat yang diperoleh Dunia-Energi, diketahui ada empat poin penting hasil pertemuan.

Pertama, Kontrak Kerja Sama (KKS) WK Tuban berakhir pada 28 Februari sehingga dengan demikian berakhir pula perjanjian unitisasi lapangan Sukowati antara PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Energi East Java, dan PT Pertamina Hulu Energi Tuban, dan PetroChina International Java Ltd.

Kedua, sebelum ditandatangani KKS WK Tuban yang baru, Pemerintah menetapkan pengelolaan sementara kepada kontraktor eksisting selama enam bulan terhitung sejak 1 Maret 2018 atau sampai dengan ditandatanganinya KKS WK Tuban (mana yang terjadi lebih dahulu).

Ketiga, menanggapi Surat Kepala SKK Migas untuk permohonan persetujuan perubahan operator Lapangan Unitisasi Sukowati, fasilitas Produksi CPA Mudi, dan FSO Cinta Natomas Pasca 28 Februari 2018 dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu:

a.Pengelola definitif WK Tuban belum diputuskan.

b.Merujuk risalah rapat 28 April 2017 perihal Pembahasn POD Fase 6 Lapangan Sukowati antara JOB PPEJ (PT Pertamina EP, PHE, dan PetroChina International) dan SKK Migas yang pada intinya menggambarkan:

(i) Original Oil in Place (OOIP) atau jumlah cadangan minyak awal di reservoar statik Lapangan Sukowati sebesar 297 MMSTB;

(ii) dengan menggunakan model tiga dimensi (3D) yang disepakti dan batas WK maka OOIP WK Pertamina EP sebesar 274,42 MMSTB dan WK Tuban sebesar 21,93 MMSTB.

(iii) kumulatif produksi Lapangan Sukowati per 31 Januari 2018 sebesar 114,6 MMSTB terdiri atas kumulatif produksi WK Pertamina EP sebesar 91,7 MMSTB dan kumulatif produksi WK Tuban sebesar 22,9 MMSTB. Merujuk butir (ii) dan (iii), kumulatif produksi WK Tuban telah lebih besar dari OOIP WK Tuban.

Dokumen Catatan Rapat itu juga menyebutkan, terhadap perohonan sebagaimana yang diajukan melalui Surat Kepala SKK Migas, pada saat ini hanya dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan operatorship Lapangan Sukowati kepada PT Pertamina EP pascaberakhirnya perjanjian unitisasi Sukowati.

Keempat, dengan pertimbangan bahwa proses pembahasan WK Tuban merupakan bagian dari pembahasan Tim Evaluasi 8 WK yang telah dibentuk Menteri maka untuk permohonan perubahan operator sebagaimana dimaksud dalam Surat Kepala SKK Migas agar Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) dapat menghadap Menteri ESDM Ignasius Jonan.

Lamban

Keputusan pemerintah (Menteri ESDM) memperpanjang kontraktor eksisting WK Tuban sejatinya sangat terlambat. Apalagi keputusan itu terbit hanya tujuh hari jelang kontrak WK Tuban habis. Anehnya, Kementerian ESDM juga malah memberikan kesempatan kepada kontraktor eksisting WK Tuban, yaitu JOB PPEJ untuk meneruskan—kendati untuk sementara waktu—pengelolaan WK Tuban, termasuk pengelolaan lapangan Unitisasi Sukowati, sampai ada penandatanganan kontrak baru.

Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina

Betul bahwa PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Hulu Energi diberikan kesempatan untuk mengelola kembali WK Tuban. Namun, kebijakan pemerintah agar kontraktor eksisting mengelola lagi WK Tuban per 1 Maret 2018 hingga enam bulan ke depan dan atau sampai kontrak diteken, juga kurang elok. Pasalnya, di bawah JOB PPEJ produksi WK Tuban selama beberapa tahun terakhir terus turun. Khusus pengelolaan lapangan Sukowati bahkan tidak ada effort untuk meningkatkan produksi, bahkan produksi minyak dari lapangan itu terus turun.

Di sisi lain, Pertamina Hulu Energi, melalui Direktur Utama R Gunung Sardjono Hadi, juga sudah mengonfirmasi bahwa Pertamina EP akan mengelola lapangan unitisasi Sukowati. Pertamina Hulu Energi bahkan sudah mengomunikasikan masalah ini dengan SKK Migas selaku koordinator dan supervisor kegiatan hulu migas di Tanah Air. Pertamina Hulu akan fokus mengelola WK Tuban minus Sukowati kendati Sukowati adalah “daging” bagi WK Tuban karena produksinya yang cukup besar. Pertamina Hulu berencana menggabungkan WK Tuban dengan Randugunting di Jepara/Rembang, Jawa Tengah.

Akan halnya sikap Pertamina Hulu Energi yang “rela” memberikan pengelolaan lapangan Sukowati sangat wajar. Apalagi dilihat dari OOIP tiga dimensi dan wilayah kerja, 80% berada di WK Pertamina EP. Dari aspek teknis produksi, secara kumulatif, produksi minyak JOB PPEJ di Sukowati juga sejatinya telah melewati OOIP WK Tuban per 31 Januari yang mencapai 22,9 MMSTB.

Tutuka Ariadji, Ketua Umum Ikatan Ahli Tehnik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengatakan bila bagian Unitisasi JOB PPEJ di lapangan Sukowati WK Tuban sudah habis, JOB PPEJ hanya mendapatkan fee operating cost. “Mereka tak dapat jatah produksi lagi semestinya,” ujarnya.

Selepas dikelola JOB PPEJ, menurut Tutuka, sejatinya Pertamina EP yang berhak mengelola lapangan unitisasi Sukowati. Tentu saja, Pertamina EP kudu mengikuti skema bisnis yang berlaku. “Pemerintah akan mendapat bagian bagi hasil dengan PEP. Hanya ada pengurangan dulu dari operating cost,” ujarnya.

Menurut Tutuka, dalam pengelolaan blok habis kontrak di lapangan onshore bukan hal sulit. Pertamina pasti sudah bisa mengelolanya, apalagi tidak ada teknologi yang baru atauadvanced. “Tinggal pekerjaan manajemen/bisnis. Semestinya tidak memerlukan waktu lama untuk bisa dikelola Pertamina,” katanya.

E Herman Khaeron, Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwkilan Rakyat, mengatakan apabila pemerintah sudah mengambil keputusan untuk menyerahkan alihkelola wilayah kerja migas ke Pertamina, seharusnya pemerintah konsisten dan mempermudah proses tersebut. Sejauh ini, menurut Herman, pemerintah terkesan kurang tegas dan memberikan sejumlah opsi yang tidak lazim yang dinilai menguntungkan operator eksisting, salah satunya pada kasus WK Tuban.

“Pandangan saya semestinya tidak perlu ada perpanjangan, apalagi kalau melihat investasi yang dijabarkan bagian PetroChina (kontraktor) eksisting juga kecil. Jadi kalau tidak ada kendala seharusnya langsung diberikan penugasan itu kepada Pertamina,” ujarnya.

Saat ini Blok Tuban dikelola JOB PPEJ. Di Blok Tuban, PHE menguasai 75% hak partisipasi, yaitu PHE East Tuban 50% dan 25% melalui PHE Tuban serta 25% sisanya dimiliki Petrochina International Jaba Ltd. JOB PPEJ juga mengelola Lapangan Unitisasi Sukowati yang 80% dimiliki Pertamina EP dan 20% dikuasai JOB PPEJ. Dari total produksi JOB PPEJ yang mencapai 9.000-10.000 barel per hari, sebesar 80% berasal dari Lapangan Sukowati.

Menurut Herman, ketegasan dan keberpihakan pemerintah pada NOC untuk mengelola WK Migas, termasuk di dalamnya dengan melibatkan perusahaan swasta nasional dan daerah, harus dilandasi sebagai upaya pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan dan ketahanan energi nasional.Ketegasan terhadap pengelolaan WK terminasi karena juga akan berdampak terhadap persiapan pengelolaan. “Tarik ulurnya keputusan justru akan berdampak pada produksi,” ujar dia.

Saat ini, produksi migas Indonesia terus menurun. Lifting pada 2018 ditetapkan sekitar 800 ribu barel per hari (bph) sementara kebutuhan nasional sudah di atas satu juta bph. Selisih kebutuhan migas kita dipenuhi lewat impor. Patut diduga terus turunnya lifting lantaran kontraktor menahan produksi akibat harga minyak yang rendah. “KKKS tidak bisa dipaksakan meningkatkan produksi. Namun, saya yakin kalau harga minyak dunia berada di level $70 per barel maka lifting akan naik dengan sendirinya,” ujarnya.

Menurut Herman, bangsa kita masih memerlukan kontribusi sektor hulu migas. Untuk itu perlu dioptimalkan lagi potensi-potensi dari WK migas terminasi. Karena itu, pemerintah perlu mendukung investasi sektor hulu migas untuk menaikkan produksi yang sebetulnya telah disiapkan Pertamina, disamping nantinya menemukan potensi cadangan migas baru yang komersial dan sangat diperlukan. Dengan demikian, semakin banyak temuan cadangan migas baru dan upaya peningkatan produksi migas yang dapat dilakukan, semakin besar kesempatan bagi negara menggerakkan roda perekonomian dan memajukan masyarakat setempat.

Selain itu, menurut Herman, pengelolaan oleh badan usaha mlik negara, dalam hal ini Pertamina, akan mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor migas. Kepemilikan negara atas Pertamina sebesar 100% sehingga seluruh manfaat diterima oleh negara dan akan berdampak kepada sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pertamina (Persero) sebagai BUMN energi telah berkontribusi signifikan terhadap upaya peningkatan Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto/PDB) Indonesia yang pada 2016 diprognosakan mencapai US$ 940,95 miliar.

Menurut Herman, peran Pertamina EP sangat strategis dalam pengelolaan lapangan Sukowati. Maklum, seluruh pendapatan dari pengelolaan lapangan itu akan masuk ke Negara, beda bila dikelola oleh JOB PPEJ karena ada pengurangan pendapatan yang mesti diambil oleh Petrochina.

Pertamina EP adalah kontraktor kontrak kerja sama di bawah koordinasi dan supervisi SKK Migas telah mengajukan untuk mengelola lapangan unitisasi Sukowati di WK Tuban. Pertamina EP juga berkomitmen meningkatkan produksi lapangan Sukowati sebesar 1.500 barel per hari (bph) dari kapasitas produksi saat ini yang di bawah 10 ribu bph karena dikelola dan dioperatori JOB PPEJ.

Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, mengatakan keinginan Pertamina EP mengelola lapangan Sukowati wajar untuk mengoptimalkan produksi minyak di kapangan itu. Apalagi, Pertamina EP disebut-sebut sudah menyiapkan berbagai rencana program kerja terkait pengelolaan lapangan Unitisasi Sukowati, termasuk kegiatan workover dan pemindahan rig dari Pertamina EP Asset 3 di Jawa Barat ke Pertamina EP Asset 4 di Cepu, Jawa Tengah.

Syamsu juga siap bertemu dengan Menteri ESDM untuk mendiskusikan dan mengomunikasikan keinginan Pertamina EP mengelola Sukowati. “Waktunya tentu disesuaikan dengan agenda Pak Menteri, secepatnya akan lebih baik,” ujarnya. (DR/RI)