JAKARTA – Tekanan terhadap harga batu bara yang dimulai sejak akhir tahun lalu terus berlanjut hingga memasuki semester II 2019. Harga Acuan Batu Bara (HBA) yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk periode Juli 2019 kembali anjlok 11,7% dibanding HBA periode Juni menjadi US$71,92 per ton. Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, mengatakan pembatasan impor batu bara Indonesia oleh China dan India cukup berpengaruh besar. Harga batu bara tertekan lantaran China mengurangi impor seiring dengan peningkatan produksi batu bara untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu, ketersediaan batu bara berlimpah seiring langkah Rusia menjual batu bara ke pasar Asia. “India pun membatasi impor karena ada beberapa pabrik keramik yang ditutup sementara karena masalah lingkungan,” kata Agung, Jumat (5/7).

Suplai batu bara dari Australia ke China dan India juga memberikan tekanan terhadap HBA. Serta dampak perang dagang China dan Amerika.

Penetapan HBA merujuk pada index pasar internasional. Empat indeks digunakan Kementerian ESDM, yakni Indonesia Coal Index (ICI), New Castle Global Coal (GC), New Castle Export Index (NEX), dan Platts59. Adapun bobot masing-masing indeks sebesar 25% dalam formula HBA. Artiannya pergerakan harga batu bara dipengaruhi oleh pasar internasional.

Melorotnya harga batu bara sudah dimulai sejak September 2018 kemarin. Kala itu HBA berada di posisi US$104,81 per ton. Kemudian terkoreksi di bulan berikutnya menjadi US$100,89 per ton dan berlanjut di November sebesar US$97,90 per ton. Pada penutupan 2018 pun harga masih melemah di level US$92,51 per ton. Dan pada awal 2019 tren penurunan harga masih terjadi lantaran HBA berada di posisi US$92,41 per ton. Kebijakan pemerintah Tiongkok yang membatasi kuota impor menjadi faktor utama melemahnya harga tersebut.(RI)