JAKARTA – Pemerintah menyadari masih ada komponen kebutuhan industri hulu migas yang dipasok belum semuanya dari dalam negeri. Namun bukan berarti industri penunjang hulu migas tidak bisa berbuat banyak.

Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan industri hulu migas memang sarat akan teknologi tinggi. Belum lagi standarisasi khusus yang harus terpenuhi.

“Ke depan lebih ke arah peralatan yang teknologi lebih tinggi. Sulitnya itu kalau pompa atau kompresor di turbin. Teknologi advance dikuasasi oleh mereka (industri luar negeri),” ungkap Tutuka disela konferensi pers Forum Kapasitas Nasional 2021, Jakarta (21/10).

Meskipun begitu, satu hal yang bisa didorong adalah pemenuhan bahan baku. Sementara untuk produk-produk yang memerlukan teknologi tinggi seharusnya bisa juga dikembangkan melalui mekanisme kemitraan, karena itu sharing knowledge harus tetap dilakukan dalam kerja sama tersebut. Jadi industri penunjang hulu migas dalam negeri harus terbuka membuka kemitraan dengan pemain global.

“Kita lihat Singapura parents business dari luar tapi small business dalam negeri. Industri migas ini menerima produk kita, tanpa adanya pengalaman dan standarisasi. Tidak ada yang coba-coba, pasti harus diuji dulu. Kita harus komunikasi,” ujar Tutuka.

Dia menuturkan saat ini terdapat 224 perusahaan industri penunjang migas dan 363 perusahaan jasa penunjang migas yang terdaftar di dalam Buku Apresiasi Produksi Dalam Negeri (APDN). Buku tersebut merupakan acuan dalam pengadaan barang dan jasa serta sebagai pengendalian impor barang operasi pada kegiatan usaha hulu migas.

Kementerian ESDM, lanjutnya, terus mengupayakan peningkatan kemampuan produsen dalam negeri melalui kolaborasi dan sinergi antara seluruh pemangku kepentingan dalam memastikan produk dalam negeri mampu memenuhi spesifikasi, mutu dan kebutuhan kegiatan operasi hulu migas.

“Dengan dukungan semua pihak maka diharapkan produk dalam negeri penunjang usaha hulu migas akan semakin berkualitas, harga yang kompetitif, dan penyelesaian yang tepat waktu,” tegas Tutuka.

Sementara Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), menyatakan nilai kontribusi industri migas bagi sejumlah industri lain pada tahun 2020-2021 mencapai US$7,12 miliar.

Industri-industri ini mendapatkan efek berganda karena tetap beroperasinya sektor hulu migas di saat pandemi COVID-19. Salah satunya industri transportasi yang mencatat nilai US$470 juta dengan TKDN sebesar 78%.

“Selain itu, ada juga industri tenaga kerja senilai US$442,76 juta dengan TKDN sebesar 86%, industri perhotelan US$129,88 juta dengan TKDN 92%,” Dwi.