JAKARTA – Industri pertambangan batu bara memegang peranan penting terhadap perekonomian dan ketahanan energi nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, sektor pertambangan batu bara telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara, menciptakan lapangan kerja, memberikan dampak positif bagi pengembangan infrastruktur serta
menjaga ketahanan energi nasional yang sangat bergantung terhadap pasokan batu bara.

Namun terdapat kekhawatiran potensi terganggunya produksi batu bara akibat kelangkaan ban off the road yang digunakan oleh alat berat. Hal ini menjadi kekhawatiran bersama dari Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (ASPINDO – IMSA), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI – ICMA), dan Perkumpulan Tenaga Ahli Alat Berat Indonesia (PERTAABI) yang sudah mengungkapkan mengenai potensi gangguan terhadap produksi pertambangan batu bara di Indonesia tersebut ke Pemerintah sejak beberapa bulan lalu.

“Kondisi tersebut kontradiksi dengan upaya Pemerintah dalam mendorong peningkatkan produksi batu bara di tahun 2023. Pelaku usaha tersebut menghadapi kendala serius berupa keterbatasan pasokan ban off the road untuk alat berat yang digunakan dalam kegiatan pertambangan. Jika kondisi ini berkepanjangan dikhawatirkan dapat menghambat kelancaran ekspor serta pasokan batu bara ke PLN,” kata Bambang Tjahjono, Direktur Eksekutif Aspindo – IMSA, dalam keterangan resmi, Jumat (16/6).

Sebagai informasi, dalam kegiatan pertambangan jenis ban yang umumnya digunakan adalah jenis ban radial, bukan ban bias. Namun, sampai saat ini belum ada pabrik di Indonesia yang memproduksi ban Off the road radial.

“Jika kami terpaksa menggunakan ban jenis bias, umur pakai ban tersebut sangat pendek sehingga mengakibatkan biaya produksi menjadi sangat tinggi. Kami sangat berharap ban jenis radial dapat diproduksi di Indonesia dengan kualitas yang memadai, sehingga dapat mendukung program peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
Pemerintah dan kami pun dapat meminimalkan dampak ekonomi yang timbul dalam hal terjadi keterbatasan pasokan ban,” ujar Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif APBI – ICMA.

Namun sangat disayangkan berdasarkan informasi yang diterima dari para importir ban, pihak importir API – U belum dapat memenuhi kebutuhan industri karena persetujuan impor (PI) belum diberikan oleh Kementerian Perdagangan. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah terbitnya Neraca Komoditas (NK) oleh Kementerian Perindustrian. ”
Akibatnya, stok ban yang dimiliki oleh anggota kami diperkirakan akan habis dalam waktu 2 bulan ke depan. Tentu saja situasi ini sangat mengkhawatirkan bagi tidak saja bagi kami pelaku usaha tetapi juga bagi banyak pihak dalam ekosistem industri pertambangan karena kelangkaan ini berpotensi mengancam kelancaran produksi batubara di Indonesia,” ungkap Rochman Alamsyah, Direktur PERTAABI.

Aspindo – IMSA, APBI – ICMA, dan PERTAABI sebagai mitra pemerintah memahami bahwa sedang ada upaya dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini.
Asosiasi berharap Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dapat segera menyelesaikan persyaratan yang diperlukan sehingga persetujuan impor (PI) dapat diberikan dan stok ban dapat tersedia kembali. Diharapkan pula agar ban off the road radial dapat diproduksi di Indonesia, sehingga kebutuhan sektor pertambangan batubara dapat terpenuhi serta meningkatkan nilai TKDN bagi perusahaan pengguna ban off the road.
“Sebagai asosiasi yang mewakili sektor pertambangan batu bara, kami berkomitmen untuk terus menjalin kerja sama dengan pemerintah guna mengatasi tantangan ini. Dengan kerjasama yang baik antara industri pertambangan batu bara dan pemerintah, kita dapat menjaga kelancaran produksi batu bara, meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian, dan memastikan ketahanan energi nasional,” kata Hendra Sinadia.(RA)