JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menilai besaran bagi hasil yang berlaku di Indonesia dengan kondisi saat ini akan sulit mendukung pencapaian target produksi satu juta barel per hari.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan salah satu instrumen yang dibutuhkan para pelaku usaha adalah tambahan bagi hasil sehingga gairah investasi kembali menggeliat.

Indonesia saat ini memiliki dua skema kontrak yakni cost recovery dan gross split. Untuk blok-blok migas yang baru yang butuh upaya untuk menemukan cadangan baru dalam jumlah besar banyak menggunakan gross split. Padahal untuk bisa lebih fleksibel sebenarnya skema cost recovery lebih bisa diterima secara keekonomian.

Menurut Dwi, meskipun ada opsi penambahan bagi hasil atau split di skema gross split tapi penambahannya juga tidak fleksibel dan harus melalui perhitungan terlebih dulu. Pemerintah saat ini tengah mengkaji kemungkinan memberikan tambahan split kepada kontraktor.

“Ini butuh insentif dan sedang kami garap, dan butuhkan tambahan-tambahan split, kalau cost recovery mungkin masih enak ini kebanyakan sudah gross split dan ini di gross split susah untuk kami gerakan karena meraka sangat berhitung sehingga tambahan split cukup besar,” ujar Dwi, belum lama ini.

Untuk skema cost recovery saat ini bagi hasil yang didaparkan adalah 85:15. 85 untuk pemerintah dan 15 kontraktor. Itu untuk produksi minyak sementara gas 70 : 30 , pemerintah mendapat bagi hasil 70 dan kontraktor mendapat 30. Sementara based split untuk skema gross split perhitungannya 57 negara untuk negara dan 43 bagian kontraktor untuk minyak. Sementara untuk produksi gas 52:48. Pemerintah dapat 52 dan kontraktor mendapat 48.

SKK Migas bersama Kementerian ESDM kata Dwi terus berupaya secara agresif mengejar target produksi 1 juta barel per hari selain melalui fleksiibilitas fiskal dan insentif yang bertujuan untuk keekonomian proyek. Didorong juga melalui upaya teknis lainnya.

“Kemudian upaya mengubah reserve menjadi produksi dan pelaksanaan Enchanced Oil Recovery (EOR),” kata Dwi.

Karena itu, kedua upaya tersebut membutuhkan insentif. Kehadiran Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil gross split yang diteken Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 15 Juli 2020 juga diyakini bisa memberikan kepastian usaha lainnya dan insentif juga bagi investor.

“Skema kontrak sudah dibuka ini hal yang bagus,” kata Dwi.(RI)