JAKARTA – Kelanjutan kebijakan harga batu bara ‎khusus untuk pembangkit listrik harus ditentukan tahun ini. Namun kebijakan itu tidak akan ditetapkan dalam waktu dekat.

Bambang Gatot Ariyono, Dirjen Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan keputusan nasib aturan harga batu bara khusus pembangkit kemungkinan besar akan ditetapkan pada akhir tahun, dimana telah terjadi perombakan kabinet setelah Presiden Joko Widodo memulai periode keduanya.

Bambang pun tidak mau berandai-andai mengenai aturan harga nantinya karena pada dasarnya hal itu akan diputuskan oleh pemerintah baru nantinya.

“Tunggu menteri yang baru, apakah Pak Jonan atau siapa kan menteri baru,” kata Bambang di Jakarta, Kamis (10/7).

Sejak Maret 2018 menetapkan harga batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam negeri sebesar US$70 per ton untuk nilai kalori 6.322 GAR atau menggunakan Harga Batu Bara Acuan (HBA) apabila HBA berada di bawah US$70 per ton.

Penetapan harga batu bara untuk pembangkit memang cukup krusial untuk tahun depan lantaran PLTU merupakan penghasil energi terbesar, sehingga harga batu bara akan berpengaruh terhadap biaya produksi listrik yang ujungnya berdampak pada harga listrik ke masyarakat.

Apalagi pemerintah telah menyatakan rencananya untuk kembali menerapkan tariff adjusment (penyesuaian) sehingga tarif listrik dapat berubah-ubah setelah dievaluasi setiap tiga bulan.

Oleh karena itu, Bambang memberi sinyal, kebijakan penetapan harga tertinggi batubara sebesar US$ 70 per ton‎ baik untuk diterapkan kedepannya.

Jika harga ditetapkan stabil maka PLN sebagai konsumen utama batu bara dalam negeri tentu tidak akan mengurangi kebutuhannya. Ini tentu baik menurut Bambang bagi pelaku usaha karena ada kepastikan serapan.

“Sekarang harga juga saya tanya ke beberapa perusahaan, sekarang juga bagus, pasokan ke PLN 70 juga ada semua. Dia kan dapat kontrak PLN luar biasa itu. Jadi PLN merupakan user yang cukup potensial,” kata Bambang.

Jika tidak ada penetapan khusus batu bara maka pelaku usaha sudah mengusulkan ke pemerintah agar harga batu bara dijadikan salah satu indikator pembentuk harga listrik selain, harga minyak mentah indonesia, nilai kurs rupiah serta inflasi. (RA)