JAKARTA – Pemerintah harus menyiapkan strategi baru jika mau memanfaatkan lapangan ataupun sumur tua sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan produksi migas nasional. Jika tidak maka lapangan ataupun sumur tua hanya akan terus terbengkalai dan makin ditinggalkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Rudi Rubiandini, mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),  mengungkapkan lapangan dan sumur migas tua di Indonesia masih sangat banyak dan jika dikelola dengan baik masih potensial untuk berproduksi. Tapi tentu harus dengan penanganan khusus agar bisa berproduksi dari sisi teknis maupun keekonomian.

Selain itu menurut mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) ini pemerintah tidak bisa terus mengandalkan Pertamina dalam mengelola lapangan dan sumur migas tua.

“Sangat prospektif  (lapangan dan sumur migas tua), tapi bukan oleh Pertamina. Pertamina sudah terlalu gemuk, harus dikerjasamakan dengan pihak lain atau dilepas sama sekali ke investor baru,” kata Rudi kepada Dunia Energi, Rabu (27/5).

Selama ini PT Pertamina EP,  anak usaha PT Pertamina (Persero)  yang paling banyak mengelola lapangan dan sumur migas tua. Data pemerintah sebaran sumur minyak tua yang masih beroperasi dan sebagian juga tidak beroperasi sekarang berada di wilayah operasi Pertamina EP. Adapun yang termasuk sumur tua merupakan sumur migas yang dibor sebelum 1970-an dan pernah diproduksikan.

Rudi menuturkan harus ada stimulus bagi para KKKS yang mau kelola lapangan ataupun sumur migas tua. Sekarang ini banyak lapangan atau sumur tua dikelola dengan skema Kerja Sama Operasi (KSO) menurutnya akan lebih baik jika KUD ataupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) langsung yang mengelola dengan dukungan langsung investor. “Boleh (KUD dan BUMD) asal didukung investor, kalau boleh dilepas sekalian jangan KSO,” kata dia.

Untuk itu salah satu kunci agar investor mau terlibat dalam pengelolaan sumur atau lapangan tua adalah dari sisi bagi hasil yang harus menarik. Harus dibedakan dengan lapangan atau sumur migas yang baru diproduksikan.

“Tergantung skema, nanti bisa dihitung parameter keekonomiannya. Itu maksudnya untuk sumur tua harus lain, sharing nya harus menarik,” kata Rudi.

Berdasarkan data Kementerian ESDM status pengelolaan sumur tua pada tahun 2020 yakni telah mencapai 1.440 sumur.

Pertama, Asset 1 dikelola oleh BUMD PT Pertomuba bertempat Lapangan Babat & Kukui, tahun perjanjian kerja sama 2020-2025 dengan total 565 sumur. Kedua, Asset 4 oleh KUD Wargo Tani Makmur bertempat di Lapangan Tambi dan Nanas tahun perjanjian kerja sama 2014-2019 dengan total 13 sumur.

Ketiga, Asset 4 oleh PERUSDA Purwa Aksara bertempat di Lapangan gabus tahun perjanjian kerja sama 2014-2019 dengan total 27 sumur.

Keempat, Asset 4 oleh KUD Unggul bertempat di Lapangan Cipluk tahun perjanjian kerja sama 2015-2020 dengan total 18 sumur.

Kelima, Asset 4 oleh PT Blora Patra Energi bertempat di Lapangan Petak tahun perjanjian kerja sama 2016-2021 dengan total 23 sumur. Keenam, Asset 4 oleh PT Bojonegoro Bangun Sarana bertempat di Lapangan Wonocolo, Dandangilo, Ngrayon tahun perjanjian kerja sama 2019-2024 dengan total 493 sumur.

Ketujuh, Asset 4 oleh PT Blora Patra Energi bertempat di Lapangan Ledok Semanggi tahun perjanjian kerja sama 2020-2025 dengan total 267 sumur. Kedelapan Asset 4 oleh KUD Wargo Tani Makmur bertempat di Lapangan Banyubang tahun perjanjian kerja sama 2019-2024 dengan total 24 sumur.  Lalu terakhir di asset 4 oleh PERUSDA Aneka Tambang bertempat di Lapangan Gegunung tahun perjanjian kerja sama 2019-2023 dengan total 10 sumur.

Soerjaningsih, Direktur Pembinaan Program Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pemanfaatan sumur migas tua bisa mendongkrak pendapatan serta pertumbuhan perekonomian masyarakat di daerah. “Diharapkan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat dan menambah produksi minyak nasional. Serta pendapatan daerah dan partisipasi masyarakat di KUD/BUMD,” kata Soerjaningsih.(RI)