BANYAK perubahan yang dirasakan Muhammad Mansur setelah PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) pada 2019 masuk dalam upaya penyelamatan ekosistem bawah laut dan pesisir Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur melalui Program Jaga Pesisir Kita.

“Jika sebelumnya kami hanya bisa berangan-angan, tapi tidak terealisasi. Alhamdulillah, 2019 PHSS masuk, dan banyak perubahan yang dilakukan,” kata Mansur saat ditemui di Pantai Blue Beach , Desa Tanjung Limau, pekan lalu.

Perubahan yang dimaksud Mansur di antaranya adalah profesi sebagian nelayan yang sebelumnya pelaku illegal fishing karena menggunakan trawl net untuk menangkap ikan, kini telah berubah dan menjadi pendekar-pendekar penyelamat lingkungan. 15 orang nelayan eks pengguna trawl net, termasuk Mansur, tergabung ke dalam Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Bina Lestari yang melakukan aktivitas pengawasan perairan Pengempang dan giat lingkungan. Kelompok ini terlibat langsung dalam kegiatan rehabilitasi terumbu karang, konservasi mangrove hingga wisata bahari.

Mansur yang juga Ketua Pokmaswas Bina Lestari, mengungkapkan kerja sama kelompoknya dengan PHSS telah berhasil menurunkan aktivitas ilegal fishing sebesar 80% sejak program Jaga Pesisir Kita dijalankan.

“Selain melakukan sosialisasi, patroli yang dilakukan oleh kelompok menjadi salah satu faktor penentu dalam penurunan aktivitas destructive fishing tersebut. Kami juga menerima teman-teman nelayan untuk bergabung dalam melakukan penyelamatan ekosistem bawah laut tersebut,” kata dia.

Melalui program Jaga Pesisir Kita yang diinisiasi sejak 2019, PHSS bekerja sama dengan Pokmaswas Bina Lestari melaksanakan berbagai kegiatan dalam mendukung upaya penyelamatan terumbu karang, seperti sosialisasi, sertifikasi selam kepada anggota pokmaswas, dan pengadaan kapal patroli.
Selain itu, melalui inovasi dan pembaruan, Program Jaga Pesisir Kita juga membuat rehabilitasi terumbu karang dapat dilakukan.

“Di program ini, Coral Reef Barrier dibuat dengan mengkombinasikan concrete block sebagai terumbu buatan dan tali daur ulang bekas kapal dari program Balanipa, yang merupakan program CSR PHSS lainnya sebagai media transplantasi gantung,” ujar Mansur.

Berkat upaya ini, menurut Mansur, sebanyak 85% transplantasi berhasil hidup dan munculnya satwa sekitar terumbu sebagai habitat, seperti hiu, paus, penyu, dan biota laut lain. Tidak hanya itu, kawasan yang rusak seluas 1 hektare akibat destructive fishing juga berhasil direhabilitasi dengan dua metode transplantasi terumbu karang yang berbeda.

“Kondisi air diisini sebenarnya sangat bagus. Di tempat lain kalau melakukan transplantasi, pertumbuhannya dalam satu tahun itu hanya 1 cm. Disini kita pernah mengadakan penelitian, bisa 5-7 cm per tahun,” ungkap Mansur.

Widhiarto Imam Subarkah, Manager PHSS Field, mengatakan setelah mengkaji dan melihat langsung ke kawasan tersebut, pada tahun 2019, PHSS langsung memberikan bantuan jaket pelampung untuk kapal pengawasan dan pengangkut wisatawan.

Selain itu, langsung membuat #aksibersihsungai dan bersih Pantai, Pemasangan Sign Board, sosialisasi Edukasi lingkungan ke sekolah dan masyarakat, rekruitmen Sahabat Pesisir.

Pada 2020, PHSS mendukung beragam kegiatan mulai dari konservasi transplantasi terumbu karang model apartemen, hingga sertifikasi menyelam untuk anggota dan alat selam.

“Pada tahun 2021, ada kegiatan penanaman mangrove, plangisasi spot foto 13 pantai, perluasan area transplantasi terumbu karang,” kata Imam.

Setelah berjalan empat tahun, pada 2023 Program Jaga Pesisir Kita masuk masa kemandirian. Berbagai kegiatan yang dilakukan pada tahun ini di antaranya adalah upskilling sertifikasi selam, pelatihan life guard, coral reef barrier, pelatihan managemen pengelolaan potensi wisata hingga peningkatan sarana prasarana pengelolaan sampah.

Kolaborasi

Secara terpisah, Manager Communication Relations & CID Pertamina Hulu Indonesia (PHI), Dony Indrawan menyampaikan bahwa terumbu karang yang menjadi penopang ekosistem bawah laut mengalami kerusakan akibat metode penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom ikan dan trawl net sehingga kerusakan pada terumbu karang tidak dapat dihindari.

“Program Jaga Pesisir Kita diharapkan dapat mengembalikan ekosistem bawah laut yang rusak melalui upaya rehabilitasi sehingga ekosistem bawah laut dapat kembali seperti semula dan menjadi potensi wisata pesisir yang bisa dikembangkan lebih jauh lagi guna mendukung pengembangan ekonomi masyarakat di wilayah tersebut,” ungkap Dony.

Dony menambhakan bahwa seiring upaya penyelamatan ekosistem bawah laut, Program Jaga Pesisi Kita juga berperan dalam pelestarian ekosistem pesisir dan pengembangan wisata pesisir melalui kerja sama dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesona Pangempang dan Kelompok Pengelola Pantai.

”Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk mendukung tujuan tersebut, diantaranya penanaman dan pembibitan mangrove, Pelatihan digital marketing, pelatihan manajemen pariwisata, pelatihan lifeguard dan pelatihan UMKM olahan hasil laut,” papar Dony.

Dony menilai bahwa kolaborasi multi-stakeholders pada program Jaga Pesisir Kita merupakan aspek yang penting. “Kolaborasi dalam program ini berjalan sangat baik dan melibatkan beragam pemangku kepentingan, mulai dari pemerintahan tingkat provinsi hingga level Rukun Tetangga, Akademisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman, Kelompok Mahasiswa, Kelompok Pemuda, Komunitas Pegiat Lingkungan hingga Jurnalis. Kami yakin kolaborasi ini penting bagi keberhasilan dan keberlanjutan program,” katanya.(AT)