JAKARTA – Indonesia tengah melakukan berbagai upaya untuk menekan emisi karbon guna mengejar penurunan emisi yang dicanangkan oleh pemerintah yakni penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 314 juta ton CO2 pada 2030. Bahkan dengan bantuan melalui pengembangan EBT, penerapan konservasi energi, teknologi energi bersih dan pengalihan bahan bakar serta kegiatan reklamasi pascatambang jumlah penurunan emisi karbon bisa mencapai 398 juta ton.

Salah satu strategi yang disiapkan adalah perdagangan emisi karbon antar pembangkit listrik. Ini menjadi salah satu strategi krusial dan baru kali pertama diaplikasikan Indonesia.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan saat ini uji coba pasar karbon energi hanya dijalankan di subsektor ketenagalistrikan khususnya pembangkit listrik yang berbasis batu bara. Uji coba tersebut menggunakan mekanisme cap and trade dan obsess sehingga diperlukan pembatasan nilai emisi CO2 yang dihasilkan atau disebut capping.

Selanjutnya nilai batas capping emisi GRK akan ditetapkan pemerintah  berdasasrkan intensitas emisi GRK rata-rata tertimbang pada 2019. Trading di sini adalah perdagangan selisih tingkat GRK terhadap nilai cap. Untuk unit yang berada di atas nilai cap atau alami defisit emisi sehingga harus membeli emisi dan untuk pembangkit ini bertindak sebagai buyer untuk emisi dan potensi untuk melakukan obsess.

“Sedangkan untuk unit yang berada di bawah nilai cap artinya punya surplus dan bisa berpindah sebagai seller dapat menjual emisi pada unit yang mengalami defisit emisi,” kata Rida, Kamis (18/3).

Rida mengungkapkan sebaran intensitas emisi terhadap PLTU nilai batas atas atau cap emisi GRK yakni dari 80 peserta (pembangkit listrik) uji coba ini dibagi 3 kelompok. Pertama golongan PLTU di atas 400 Megawatt (MW) ada 19 unit PLTU dan tujuh unit di atas intensitas nilai cap dan 12 unit di bawah nilai cap sehingga punya surplus.

Sumber : Kementerian ESDM

Untuk kapasitas 100-400 MW, dari 51 unit PLTU yang ikut uji coba terdapat 22 unit PLTU yang memiliki intensitas di atas nilai cap yaitu 1.013 ton CO2 per MWh. Dan 29 unit PLTU yang memiliki intensitas emisi di bawah nilai cap. Kemudian dari 11 unit PLTU mulut tambang dengan kapasitas di atas 100-400 MW, terdapat enam unit yang miliki intensitas emisi di atas nilai cap sebesar 1.094 ton CO2 per MWh dan terdapat empat unit dengan intensitas di bawah nilai cap.

“Peserta uji coba dibagi berdasakan peraturan menteri ESDM 9/2020 tentang efisiensi pembangkit PLN,” ungkap Rida.

Nilai cap didapatkan berdasarkan intensitas nilai emisi GRK rata-rata tertimbang tahun 2019 pada tiga kelompok PLTU peserta ujicoba dgn pertimbangkan kelebihan alokasi kuota emisi dengan nilai intensitas emisi perbandingan emisi CO2 dalam suatu pembangkit bisa dinyatakan dalam gram dibagi dengan jumlah produksi bruto dari pembangkit tersebut dlm kWh. Satuannya bisa gram/kwh atau ton/mwh.

Sumber : Kementerian ESDM

Untuk PLTU dengan kapasitas lebih besar dari 400 MW dengan nilai cap 0,918 CO2 MWh. untuk golongan 100-400 MW nilai cap 1,013 ton CO2 per MWh. “PLTU Mulut Tambang nilai capnya kita tetapkan 1,094 ton CO2 per MWh,” ujar Rida.

Berdasarkan nilai cap tersebut, didapatkan di PLN group dengan nilai surplus 4,2 juta ton dan defisitnya 2,9 juta ton. Sementara Independent Power Producer (IPP) didapatkan nilai surplus 1,08 juta ton dan defisitnya 2,39 juta ton.

Sejauh ini ada 80 unit PLTU batu bara yang ikut ujicoba. Berdasarkan owner ada 54 unit dr PLN group dan 16 unit Independent Power Producer (IPP).

Menurut Rida, sejak 2018 pelaporan emisi GRK di pembangkit telah dilaporkan secara online melalui aplikasi perhitungan dan pelaporan emisi ketenagalistrikan. untuk dukung pelaksanaan uji coba pasar karbon, telah dikembangkan sistem registrasi perdagangan emisi pada applikasi Apple- Gatrik.

“Kami memberikan ruang yang ikut uji coba. dan apa yang bisa ditransaksikan dibatasi 70% dari total emisi yang dihasilkan sehingga setelah diperdagangkan nilai CO2 emisi tersebut kita harapkan tetap berada di bawah nilai cap. Unit PLTU yang berada di atas nilai cap untuk menurunkan tingkat emisinya agar berada di bawah nilai cap dapat melakukan transaksi dengan sesama PLTU peserta uji besarannya 70% melalui skema offside pada skema EBT,” kata Rida.(RI)