JAKARTA – Pemerintah menolak mentah-mentah usulan Komisi VII DPR RI di undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) untuk membentuk badam khusus Energi Baru Terbarukan (EBT). Namun para anggota dewan tidak menyerah dan menegaskan pentingnya pembentukan badan tersebut.

Dyah Roro Esti Widya Putri, anggota Komisi VII DPR RI mengungkapkan, potensi EBT sangat besar dan realisasinya sangat kecil, dan turut menjadi sorotan dunia internasional apalagi Indonesia termasuk negara yang bakal menerima bantuan pendanaan dari Just Energy Transition Partnership (JETP).

“Saya berharap bahwa nanti sistem pendanaan, realisasi, pemanfaatan, pengawasan, dll, bisa dilakukan sebuah badan khusus yang bisa memantau seluruh gerak gerik dari sektor ini,” kata Dyah Roro dalam rapat kerja dengan Kementerian ESDM, Senin (20/11).

Dia menilai jika semua wewenang dikuasai oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM maka akselerasi percepatan EBT akan sulit terwujud.

“Kalau semuanya diatur di bawah Kementerian esdm apakah itu justru tidak bisa memberdayakan potensi ebt, itu saja secara logis yang saya sampaikan,” ujar Dyah Roro.

Sementara itu, Ratna Juwita Sari, Anggota Komisi VII DPR RI, menyatakan badan usaha khusus nanti akan mengelola isu-isu teknis terkati implementasi EBT. “Perlu loh ada badan khsuus yang mengelola EBT ini, perlu. sebab, selain mengurusi masalah teknis, roadmap plan, lain-lain, dia juga yang nantinya bertanggung jawab pada pengelolaan sumber pendanaan di energi terbarukan tsb gitu loh,” jelas Ratna

Menurut dia lembaga yang mengurus EBT sekarang ini belum optimal apalagi ini masih menyatu dengan pemerintah. “Jadi saya harap meski tetp dalam koordinasi dari kesdm katakanlah, di dalamnya harus ada lembaga yang memiliki tanggung jawab khusus pak ketua (DPR RI), karena yang kita pahami adalah bahwa RUU EBET ini kita belum punya. Jadi kalau misal disampaikan kita mengoptimalkan lembaga yang sudah estabilished saya rasa belum ada sampai dengan hari ini,” jelas Ratna.

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR RI, menegaskan bahwa sangat penting bagi Indonesia memiliki badan khusus untuk EBT sama halnya migas yang memiliki SKK Migas. “Di energi terbarukan yang belum terwadahi mesti fokus mengembangkan energi terbarukan, itu urgensinya,” tegas Sugeng.

Menurut Sugeng alasan pemerintah yang menolak badan khusus karena bakal menambah birokrasi tidak sepenuhnya tepat. Dia menilai sektor EBT sangat kompleks sehingga tugas sebesar itu perlu dikelola secara maksimal oleh badan khusus.

“Alasan pemerintah nanti ada birokrasi baru, tetapi kan lihat urgensinya, bukan semata ada badan tapi tidak efisien, tapi ini bukan efisien atau tidak efisien, tapi urgensinya ngurusin EBT yang sangat kompleks, dari sumbernya saja berbagai jenis, ada panas bumi, angin, surya dan macam-macam, sehingga di badan khusus ini lah diharapkan bisa terakselerasi dengan baik,” jelas Sugeng. (RI)