JAKARTA – PT PLN (Persero) memprediksi target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% dalam bauran energi nasional pada 2025 berpotensi tidakĀ  tercapai. Proyeksi itu diasumsikan terjadi lantaran adanya berbagai perubahan yang terjadi sehingga mempengaruhi konsumen listrik.

Darmawan Prasodjo, Wakil Direktur Utama PLN, mengatakan perubahan terhadap konsumsi listrik telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Ini ditunjukkan dengan adanya perhitungan elastisitas permintaan listrik. Pada 2009-2014 elastisitas demand listrik sebesar 1,4 kali, dimana jika pertumbuhan ekonomi sebesar 1% maka pertumbuhan listrik mencapai 1,4%. Sementara pada 2015-2020 asumsi yang digunakan yakni dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 6% maka pertumbuhan listrik diharapkan mencapai 8,6%.

“Ternyata elastisitas demand 0,86 kali, bahkan dengan Covid-19 bergeser hanya 0,78 kali bahkan 0,6 sekian,” kata Darmawan dalam sesi rapat dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (27/5).

Menurut Darmawan, pergeseran sektor industri berbasis energi intensif kini bergeser pada konsumsi listrik berbasis pariwisata dan services. Kemudian dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru juga asumsi pertumbuhan listrik menurun cukup jauh dibandingkan dengan asumsi dalam RUPTL sebelumnya.

Pertumbuhan konsumsi listrik sebesar 361 TWh yang semula diharapkan bisa tercapai pada 2025 berpotensi mengalami perlambatan pertumbuhan selama tiga tahun. “Penjualan kelistrikan 361 TWh dan bagaimana mencapai 23% bauran EBT dengan kondisi saat ini maka baru akan tercapai pada 2028,” ungkap Darmawan.

Darmawan mengatakan kondisi yang ada saat ini membuat target EBT tentu terdampak karena mayoritas Independent Power Producer (IPP) dan pihak ketiga lainnya menggunakan asumsi pertumbuhan sebelum pandemi Covid-19.(RI)