JAKARTA – Pengembangan proyek Dimethyl Ether atau DME antara PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina (Persero) dan Air Product and Chemicals Inc. berpotensi mengalami perubahan seiring dengan kajian yang  dilakukan oleh para pihak. Salah satu perubahan terbesarnya adalah terkait lokasi pengembangan DME. Semula ketiga perusahaan sepakat untuk membangun pabrik hilirisasi batu bara akan dibangun di Peranap, Riau. Namun belakangan rencana itu dikaji ulang.

Arviyan Arivin, Direktur Utama Bukit Asam,  mengatakan alasan rencana perubahan lokasi proyek adalah terkait ketersediaan infrastruktur. Wilayah Peranap dinilai belum memiliki infrastruktur memadai sehingga jika proyek tersebut dikembangkan di sana diperkirakan akan membutuhkan lebih banyak biaya pengembangan. Sebagai gantinya wilayah Tanjung Enim disiapkan sebagai alternatif lokasi.

“Kami lagi kaji, apakah mau tetap di Pranap atau akan direlokasi ke Tanjung Enim. Saat ini dari segi infrastruktur Tanjung Enim jauh lebih siap dan secara keekonomian sudah lebih mudah dihitung,” kata Arviyan saat ditemui disela Hari Listrik Nasional, di Jakarta, Rabu (9/10).

Tanjung Enim adalah wilayah tempat proyek hilirisasi batu bara lainnya antara Pertamina, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, PT Pupuk Indonesia dan Bukit Asam.

Arviyan mengungkapkan fasilitas infrastruktur yang ada di Tanjung Enim jauh lebih siap. Misalnya dari sisi ketersediaan listrik, ketersediaan lahan dan jalan serta ketersediaan air.

“Jadi kemungkinan di Tanjung Enim ada dua proyek. Mungkin kami akan tetap bangun di Peranap, tapi menunggu kesiapan infrastrukturnya. Nanti apabila akan pindah ke Tanjung Enim, pelan-pelan di Pranap juga kami kembangkan,” ujarnya.

Proyek gasifikasi atau proyek hilirisasi akan mengubah batu bara kalori rendah menjadi DME dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG sehingga mengurangi ketergantungan pada impor LPG.

Dalam rencana awal, Bukit Asam nantinya akan menyuplai batu bara dari area tambang Peranap ke perusahaan joint venture untuk diolah menjadi produk akhir yang akan dijual ke Pertamina. Sementara itu, optimasi desain teknologi pengolahan akan dilakukan oleh Air Products and Chemicals Inc.

Proyek di tambang peranap ditargetkan akan mulai pada 2023 dengan konsumsi batu bara sebesar 8,7 juta ton. Sementara itu, tambang Tanjung Enim mengonsumsi batu bara mencapai 8,1 juta ton mulai 2022.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan pembahasan design dari pabrik hiliirsasi batu bara masih dilakukan hingga kini. “Saya belum tahu persisnya bagaimana. Tapi semua masih dalam tahap kajian baik yang di Pranap maupun di Tanjung Enim. Mana yang terbaik itu yang kami kerjakan lebih dulu,” kata Nicke.(RI)