JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiat Usaha Hulu Migas (SKK Migas) melaporkan, produksi minyak dan gas hingga Juni 2020 mencapai 1.940 ribu barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd) dengan rincian produksi minyak sebesar 720,2 ribu barel minyak per hari (bph) dan produksi gas 6.830 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).

Untuk lifting migas, SKK Migas mencatat sebesar 1.714 ribu boepd atau hanya 89,3% dari target APBN sebesar 1.946 ribu boepd. Realisasi tersebut juga lebih rendah dari realisasi rata-rata lifting migas 2019 sebesar 1.802 ribu boepd. Adapun rincian untuk realisasi lifting minyak sebesar 713,3 ribu bph, atau 94,5% dari target 755 ribu bph. Lifting (salur) gas sebesar 5.605 mmscfd, atau 84% dari target APBN sebesar 6.670 mmscfd.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan lifting minyak masih dapat diupayakan mendekati target APBN. Namun, target lifting gas cenderung sulit dicapai. Penurunan harga gas untuk industri yang efektif telah diberlakukan agar dapat meningkatkan serapan gas, belum memberikan dampak optimal. Penyebabnya adalah pandemi Covid-19 yang juga menyebabkan penurunan kegiatan industri dan kelistrikan dan pada akhirnya menyebabkan penurunan penyerapan gas oleh end user.

Menurut Dwi, akibat rantai kejadian tersebut, penerimaan negara sektor hulu menurun secara berganda, baik disebabkan pemotongan bagian negara agar harga gas industri tertentu dan kelistrikan dapat dipatok US$6 per MMBTU, maupun dari penurunan volume serapan gas.

“Dampak Covid itu sangat nyata. Walaupun begitu, kami bekerja sama dengan KKKS membuat terobosan-terobosan untuk mendukung capaian target produksi satu juta barel per hari di tahun 2030. Dengan demikian Pengelolaan kegiatan hulu migas bisa tetap berjalan baik, dan gerak industri dapat mendukung program janka panjang,” kata Dwi saat konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (17/7).

Dwi mengatakan, SKK Migas sudah berinsiatif memberikan stimulus agar pada semester II 2020, investasi Kontraktor Kontra Kerja Sama (KKKS) bisa digenjot yang ujungnya bisa berdampak pada peningkatan produksi migas.

Beberapa langkah yang dilakukan SKK Migas adalah memberikan insentif kepada KKKS untuk dapat menunda penyetoran Dana Abandonment and Site Restoration (ASR) di tahun 2020, dan melakukan efisiensi, serta optimalisasi operasional dan pengaturan sumberdaya di lapangan karena adanya pembatasan operasional dan mobilitas yang berdampak pada kegiatan operasional dan penyelesaian proyek.

Selain itu, penerapan harga gas khusus bagi industri tertentu dan pembangkit listrik dengan maksimal sebesar US$ 6 per MMBTU juga diharapka bisa mensitmulus penyerapan gas.

Jaffee A. Suardin. Deputi Perencanaan SKK Migas, mengatakan SKK Migas bersama KKKS juga berhasil mempercepat proses rencana pengembangan (Plan Of Development/PoD). Kegiatan tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan cadangan migas secara berkelanjutan dengan target Reserve Replacement Ratio (RRR) mencapai 100% setiap tahunnya. Hingga akhir Juni 2020, pencapaian RRR sebesar 50% dari penyelesaian delapan POD. Hingga akhir 2020 ditargetkan terdapat 29 PoD yang disetujui, dan menghasilkan RRR sebesar 128%. “Ini menandai keberhasilan SKK Migas mempertahankan pencapaian RRR diatas 100% selama tiga tahun berturut-turut,” kata Jaffee.

SKK Migas terus berupaya mempercepat penyelesaian proyek. Meskipun ada yang tertunda, tidak ada proyek hulu migas yang berhenti. Dari perencanaan proyek onstream 2020 sebanyak 12 proyek, realisasi sampai akhir tahun akan berjumlah 14. Penambahan dapat dilakukan karena terdapat proyek yang penyelesaiannya dapat dipercepat dari 2021 menjadi tahun ini.(RI)