JAKARTA-PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), emiten pertambangan mineral logam yang juga subholding BUMN Pertambangan di bawah PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), memanfaatkan tren harga nikel pasar ekspor yang lebih tinggi dibandingkan pasar domestik dengan menggenjot produksi nikel kadar rendah. Antam melakukannya dengan dengan mengaktifkan kembali tambang di Blok Tapunopaka di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara yang terakhir berproduksi pada 2012.

Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama Antam, mengatakan pengapalan pertama dari Tapunopaka sukses diluncurkan pertengahan Mei 2019. Sebanyak 55.570 ton bijih nikel dengan kadar sekitar 1,6% dikirim ke China.

“Harga jual nikel tersebut berkisar US$ 30-32 per ton, lebih kompetitif dari harga di dalam negeri,” ujar Arie di Jakarta, pekan lalu.

Pasar domestik nikel Antam adalah PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel, anak usaha China Tsingshan Holding Group yang beroperasi di kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah. Satu lagi adalah PT Virtue Dragon Nickel Industry, anak usaha Jiangsu Delong Group yang berlokasi di kawasan industri Konawe. Kedua perusahaan adalah raksasa produsen baja tahan karat dari negeri Tirai Bambu.

Selain untuk menjemput peluang pasar luar negeri, upaya Antam menggenjot volume produksi bijih juga untuk menggenapi kuota ekspor dari pemerintah. Pasalnya, tanpa dibantu kinerja dari blok Tapunopaka, jatah penjualan ekspor mineral kadar rendah Antam diprediksi bakal surplus.

Hingga 2020, Antam mengantongi izin perpanjangan ekspor bijih nikel di bawah kadar 1,7% dengan jumlah volume mencapai 2,7 juta ton. Hingga kuartal I 2019, produksi nikel Antam mencapai 2,23 juta ton dan penjualan 1,74 juta ton.

Pada periode Januari-Maret 2019, Antam membukukan laba bersih senilai Rp171,66 miliar, lebih rendah 30,12% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp245,67 miliar. Penurunan laba bersih sejalan dengan penurunan laba usaha sepanjang tiga bulan berjalan tahun ini sebesar 36,35% dari Rp478,76 miliar menjadi Rp304,72 miliar. Pos pada beban usaha juga meningkat 40% dari Rp730,39 miliar menjadi Rp538,64 miliar.

Namun, dari sisi pencapaian penjualan, perseroan masih mencatatkan kenaikan sebesar 9% menjadi Rp6,22 triliun, dibandingkan dengan capaian penjualan pada kuartal I 2018 sebesar Rp5,73 triliun. Komoditas emas merupakan komponen terbesar pendapatan perusahaan, berkontribusi sebesar Rp3,94 triliun atau 63% dari total penjualan bersih pada kuartal I 2019. (RA)