TRANSISI energi maupun penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) terus digaungkan berbagai pihak dan menjadi isu terkini. Tapi satu hal yang perlu disorot isu tersebut hanya menyentuh golongan tertentu. Jarang menyentuh generasi masa depan. Padahal isu tersebut dibahas, dibicarakan dan diperjuangkan agar bisa dinikmati dan dimanfaatkan hasilnya oleh generasi masa depan.

Untungnya masih ada yang sadar, bahwa memperkenalkan dan membiasakan untuk gunakan EBT maupun peduli akan lingkungan harus dilakukan sejak usia dini. Siang itu matahari bersinar terik di wilayah Desa Mekar Jaya, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Tentu ini jadi berkah tersendiri bagi para penghuni SDN 2 Sukajaya Desa Mekar Jaya, pasalnya mereka mengandalkan sinar matahari untuk kebutuhan pendistribusian air yang masih menggunakan mesin pompa serta lampu penerangan di kelas.

SDN 2 Sukajaya dari luar memang tampak tidak berbeda dengan sekolah dasar lainnya di kota-kota kecil di Indonesia. Dari kejauhan terlihat lusuh karena umur bangunan tidak lagi terlihat muda. Namun demikian seperti kata pepatah. Don’t judge the book form the cover. Jangan nilai dari penampakan luar. Masuk ke dalam sekolah kita berada di dunia berbeda, di dunia masa depan.

Bagaimana tidak? Di SDN 2 Sukajaya sudah lebih dulu memanfaatkan EBT ketimbang di rumah-rumah atau gedung perkantoran kebanyakan. Di sana telah dipasang panel surya berkapasitas 1.200 watt. Lima unit penerangan serta enam unit pompa air mengandalkan tenaga matahari yang dikonversi menjadi tenaga listrik oleh panel-panel tersebut.

Penggunaan EBT di lingkungan sekolah sangat terasa manfaatnya, terutama dari sisi efisiensi biaya operasional. Kegiatan pengelolaan air terintegrasi dengan Marcell (Pemasangan Solar Cell) dimana solar cell berfungsi sebagai sumber energi untuk menggerakan pompa air bagi Carboxyl dan Musala Hijau. Selain itu, Marcell juga digunakan sebagai penerangan di sekolah. Pemanfaatan Marcell menimbulkan penghematan energi sebesar 1.255,2 KWH/ Tahun.

Sukasmino, Kepala Sekolah SDN 2 Sukajaya, menceritakan biasanya untuk bayar listrik sekolah biayanya mencapai rata-rata Rp400 ribu per bulan setelah gunakan panel surya biayanya mampu ditekan hingga setengahnya.

“Paling dirasakan itu bayar listrik, sekarang paling sekitar Rp200 ribu per bulan, dulu kita bayar rata-rata Rp400 ribu per bulan,” cerita Sukasmino kepada Dunia Energi saat kunjungi SDN 2 Sukajaya, Selasa (24/10).

Siswa – siswi kini juga jadi melek energi bersih tanpa emisi. Mereka kini tahu bahwa sinar matahari ternyata bisa jadi energi listrik. Ilmu berharga dan sudah sepatutnya ditanamkan sehingga kesadaran akan penggunaan EBT sudah dimiliki sejak anak – anak.

Andes Dwi Prakoso (12), siswa kelas 6 SDN 2 Sukajaya, menceritakan sangat senang bisa jadi salah satu siswa yang ditunjuk untuk menjaga dan merawat fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di sekolahnya. Dengan meyakinkan dia menjabarkan manfaat serta alur perubahan sinar matahari menjadi listrik. “Nanti sinar matahari diubah menjadi listrik melalui alat ini listriknya nanti buat lampu dan pompa air. Jadi hemat bayar listriknya,” kata Andes tersenyum.

Kehidupan masa depan yang ramah terhadap lingkungan juga digambarkan di SDN 2 Sukajaya tatkala kita melihat sistem pengolahan limbah air. Pompa-pompa air yang ada ternyata bukan hanya sekedar untuk mengangkat air dari tanah akan tetapi digunakan untuk menunjang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Para siswa SDN 2 Sukajaya sudah terbiasa melakukan daur ulang limbah air (Foto/Dok/Dunia Energi – Rio indrawan)

Air yang berasal dari limbah air wudhu disalurkan ke bak khusus kemudian dipompa melalui pipa dan disaring menggunakan alat khusus terlebih dulu dan kemudian dimanfaatkan untuk budidaya sayuran melalui sistem hidroponik serta budidaya ikan dengan sistem aquaponik. Sementara untuk limbah air cuci tangan kantin juga disalurkan ke bak khusus dan olah melalui filter untuk kemudian disalurkan ke hutan sekolah yang berisikan berbagai bibit tanaman.

Pompa juga digunakan untuk pengolahan air hujan. Air hujan dialirkan dan ditampung di bak khusus juga. Setelah melalui proses penyaringan air hujan dimanfaatkan para siswa maupun guru untuk keperluan cuci tangan di kantin sekolah.

“Jadi di sekolah kami tidak ada yang terbuang percuma, limbah-limbah yang ada diolah kembali sehingga bisa jadi bermanfaat,” ujar Sukasmino.

SDN 2 Sukajaya benar-benar meningkatkan standar sekolah dasar pada umumnya. Selain menginisiasi penggunaan EBT dan sistem pengolahan limbah yang sudah terbangun rapih, digitalisasi juga jadi hal biasa di sana dan sudah diterapkan bagi para siswa. Para siswa menjadi penggerak keberlanjutan lingkungan berbasis digital di dunia anak-anak.

Saat anak-anak lain ketagihan bermain game di gadgetnya, SDN 2 Sukajaya bersama dengan aplikasi games yang dikembangkan oleh PHE Jambi Merang memperkenalkan games Bocil Keling  (Bocah Cilik Kelola Lingkungan). Bocil Keling adalah aplikasi permainan interaktif yang menarik menstimulasi anak-anak agar mudah dalam memahami dan melaksanakan praktik pemilihan sampah secara benar.

Ini merupakan terobosan mutakhir yang disambut antusias oleh pemerintah daerah setempat karena dinilai menjadi role model penerapan pengembangan edukasi lingkungan berbasis digital.

“Kami berharap hal ini bisa dikembangkan dibeberapa sekolah dan menjadi role model untuk sekolah lainnya” kata Iskandar Syahriyanto, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Musi Banyuasin, dalam peluncuran aplikasi Bocil Keling (18/10).

Jika melihat sekilas berbagai inovasi yang ada di SDN 2 Sukajaya ini membutuhkan barang-barang mahal dengan biaya besar, panel tenaga surya misalnya. Tapi di sinilah istimaewanya SDN 2 Sukajaya, karena berbagai inovasi tersebut banyak memanfaatkan barang-barang bekas pakai. Untuk panel surya, bak-bak penampungan air merupakan hibah dari PHE Jambi Merang, tentu dengan kualitas yang masih sangat baik.

Kemudian untuk gadget yang digunakan untuk aplikasi Bocil Keliling tadinya dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar saat pandemi COVID-19 masih ganas menyerang di tahun 2020-2021.

Selain penggunaan EBT dan implementasi IPAL terintegrasi, ada berbagai program keberlanjutan diaplikasikan oleh guru dan siswa-siswi SDN 2 Sukajaya.

Tahun 2019 adalah titik balik kehidupan sekolah SDN 2 Sukajaya. Kelas Inspirasi pada tahun 2019 menjadi cikal bakal terciptanya Program Kelas Berbagi atau Sekolah Lestari Berbasis Teknologi hingga pada tahun 2021 PHE Jambi Merang bersama SDN 2 Sukajaya berkolaborasi menciptakan kegiatan yang berwawasan lingkungan pada siswa.

Awalnya, program ini bernama Sekolah Cinta Bumi Zero Plastic Berbasis Teknologi yang fokus pada pengelolaan lingkungan terkait sampah plastik. Melalui program pengelolaan sampah plastik, sekolah telah berhasil mengelola 864 kg per tahunnya sampah plastik yang sebelumnya dibakar. Hal ini juga memberikan dampak penurunan emisi sebesar 2.505,6 kgCO2eq per tahun. Sampah tersebut sebagian besar merupakan sampah rumah tangga yang dikumpulkan di Bank Sampah. Sebagian sampah kemudian dikelola menjadi kerajinan tangan dan sebagian lainnya dijual ke Kelompok Pengepul Mekar Jaya. Tabungan tersebut nantinya bisa ditukarkan dengan alat tulis sebagai penunjang belajar siswa. Kantin sekolah juga sudah tidak diperbolehkan menggunakan plastik sehingga diganti dengan daun sebagai wadah makanan. Selain itu, siswa juga diberi lunch box dan tumbler sebagai wadah makanan di kantin.

Seorang siswa selesai membuat Eco-brick yang jadi solusi sampah plastik yang ada di sekitar sekolah SDN 2 Sukajaya (Foto/Dok/Dunia Energi – Rio Indrawan)

Seiring berjalannya waktu, pengembangan program terus dilakukan dan melahirkan inovasi-inovasi dalam melakukan pengelolaan lingkungan seperti pengelolaan air,  games edukasi yg menampilkan kepedulian / empati terhadap lingkungan sejak usia dini serta energi terbarukan.

Salah satu hasil dari program yang paling terlihat adalah pengolahan sampah plastik menjadi Eco-brick. Pengolahan sampah plastik ini bukan main-main karena sudah menghasilkan, bahkan sebuah bangunan pos jaga sudah terbangun. Selain itu berbagai asesoris juga sukses dibuat para siswa – siswi.

Husni Dwi Ananda, siswa kelas 4B SDN 2 Sukajaya, menceritakan sudah punya hobi baru yang didukung orang tuanya. Tidak ada rasa sedikitpun rasa malu untuk memungut dan mengumpulkan sampah plastik di sekitar rumah untuk dibawa ke sekolah kemudian diolah. Karena telah jadi kebiasaan kini tangan-tangan mungil Husni sangat trampil membuat Eco-brick atau anyaman plastik.

“Sampahnya dicuci dulu baru dimasukkin ke botol dibantu juga sama orang tua. Terus buat anyaman tas dari tutup minuman gelas plastik. Biasanya cari dijalan aja atau lihat yang ada di tempat sampah diambil,” cerita Husni bersemangat.

Sebuah ekosistem transisi energi dan keberlanjutan lingkungan sukses dibangun di SDN 2 Sukajaya. Untuk ukuran skalanya memang kecil tapi ini boleh jadi adalah katalis yang krusial untuk bisa diduplikasi di berbagai sekolah lain tidak hanya sekolah dasar, seyogyanya juga ditingkat selanjutnya di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan hingga ke bangku perguruan tinggi.

 

Sekolah Penggerak yang Menginspirasi

Bahkan program yang digulirkan di SDN 2 Sukajaya sukses melahirkan kelompok-kelompok baru yang juga fokus terhadap pengelolaan lingkungan. Ini tentu menjadi bukti nyata bahwa program mampu memberikan dampak luas yang tidak hanya kepada warga sekolah. Kelompok tersebut adalah Kelompok Penggerak Peduli Lingkungan SDN 2 Sukajaya yang terdiri dari 94 siswa dan guru dan Paguyuban Hijau Lestari yang teridir dari 97 orang tua siswa. Kelompok Penggerak Peduli Lingkungan SDN2 Sukajaya juga telah melakukan transfer knowledge ke SDN Mendis sehingga juga terbentuk Kelompok Penggerakan Peduli Lingkungan yang berjumlah 40 yang terdiri siswa dan guru.

Berkat kegigihan para siswa – siswa, para guru, orang tua wali murid dan SDN 2 Sukajaya serta manajemen PHE Jambi Merang, SDN 2 Sukajaya dinobatkan sebagai Sekolah Penggerak oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sekolah Penggerak adalah sekolah yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik. Sekolah Penggerak berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik yang mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) dan karakter, diawali dengan SDM yang unggul (kepala sekolah dan guru). Beberapa pihak yang terlibat dalam Program Sekolah Penggerak adalah Pemda, UPT (Pelatih ahli dan Pengawas), Platform Teknologi, Kepala Sekolah, Komite Orang tua, Komite Pembelajaran Guru, Mitra, Guru, dan Murid.

Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, mengungkapkan perubahan di sekolah bisa dimulai dari sekolah-sekolah penggerak yang bisa menjadi contoh dalam kegiatan pembelajaran. Menurutnya, sekolah penggerak bisa menjadi panutan, tempat pelatihan, dan juga inspirasi bagi guru-guru dan kepala sekolah lainnya.

“Saya mau kenalkan satu konsep sekolah penggerak. Sekolah penggerak adalah sekolah yang dapat menggerakkan sekolah-sekolah lain,” kata Nadiem dalam akun Youtube Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Berbagai program yang diinisasi di SDN 2 Sukajaya merupakan salah satu jalan terbaik yang bisa diupayakan untuk memperkenalkan upaya transisi energi dan merawat lingkungan kepada para generasi masa depan Indonesia.

Satrio Musabdo, Field Manager PHM Jambi Merang, menjelaskan bahwa manajemen sangat concern untuk bisa menanamkan pola edukasi berbasis transisi energi dan keberlanjutan lingkungan yang memanfaatkan teknologi di SDN 2 Sukajaya. Ke depan rencananya kapasitas PLTS di sana juga akan ditambah sebsar 5.000 watt sehingga pemanfaatan listrik berbasis energi hijau semakin luas.

“Solar panel yang ada sekarang umurnya juga panjang, kemampuan voltage mendukung, sehingga dibanding dibuang kita manfaatkan inisiasi keperluan sumber EBT. Awal November menunggu tambahan panel berkapasitas 5.000 watt solar cell baru,” ungkap Satrio.

Selain itu, manajemen PHE Jambi Merang juga secara aktif mendorong pemerintah daerah setempat agar menjadikan apa yang diterapkan di SDN 2 Sukajaya sebagai standar program yang diterapkan di sekolah lain. “Tujuan kami bukan sekedar himbauan, tapi kebijakan yang akan diberlakukan ke semua sekolah. Kita bisa mendorong, bisa jadi pilot project pendidikan,” ungkap Satrio.

SDN 2 Sukajaya adalah cerminan kehidupan yang diimpikan. Mulai dari penggunaan EBT hingga ke pengolahan limbah air yang terintegrasi. Bukan hal mustahil apa yang diterapkan di sana juga diimplementasikan di sekolah-sekolah lain. Paling tidak Pertamina melalui PHE Jambi Merang membuka mata kita bahwa dengan ketekunan, motivasi dan perencanaan yang baik maka kehidupan yang diimpikan itu bisa terwujud. (RI)