PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di bawah pengawasan SKK Migas, mencatatkan kinerja positif sepanjang 2020. Hal itu ditandai dengan pencapaian produksi minyak dan gas di atas target Work Plan and Budget (WP&B) Original. PHM pun menjadi kontributor utama terhadap produksi PT Pertamina Hulu Indonesia, induk usaha, di atas dua anak usaha PHI lainnya, yaitu PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur dan PT Pertamina Hulu Sangasanga.

Pencapaian tersebut merupakan buah dari kerja keras para Perwira (istilah pekerja di bawah Grup Pertamina, RED) PHM sepanjang 2020. Padahal, selama tiga kuartalan, persisnya mulai kuartal II hingga kuartal IV, seluruh sektor ekonomi, termasuk industri hulu migas, terpuruk akibat pandemi COVID-19. Andaikan tidak ada wabah COVID-19 di Indonesia—yang mulai terpantau pada pertengahan Maret 2020—besar kemungkinan produksi minyak dan gas dari Wilayah Kerja Mahakam bakal terus meningkat.

Salah satu sosok yang berperan penting dalam memotivasi manajemen dan Perwira PHM untuk mengedepankan aspek HSSE, termasuk menaati Protokol Kesehatan COVID-19, adalah General Manager PHM Agus Amperianto. Kendati baru menempati jabatan GM PHM pada Oktober 2020, Agus bersama jajaran manajemen PHM dan PHI, melanjutkan kebijakan positif yang diwariskan oleh pejabat sebelumnya.

Satu contoh kemampuan Agus adalah kepintarannya dalam komunikasi sekaligus memberi motivasi terhadap para pekerja (anak buah). Hal ini dia lakukan juga saat menjabat GM Pertamina EP Asset 4 sejak awal 2018-September 2020. Termasuk juga saat mantan Manajer Humas PT Pertamina EP itu menjadi tiga kali jadi manajer field, yaitu di Pertamina EP Asset 1 Rantau Field di Aceh Tamiang, Aceh; Pertamina EP Asset 4 Cepu Field di Blora, Jawa Tengah; dan terakhir Pertamina EP Asset 1 Ramba Field di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Hasil akhirnya, pada semua jabatan tersebut, produksi minyak dan gas meningkat, bahkan saat di Aceh Tamiang, Agus berhasil mencatatkan sejarah, yaitu meraih PROPER Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2015. Raihan prestasi itu dipertahankan oleh Rantau Field hingga saat ini oleh field manager penerusnya.

Untuk mengetahui lebih jauh proyeksi kinerja PHM pada 2021 dan tantangan yang bakal dihadapi, berikut wawancara wartawan Dunia Energi Dudi Rahman dengan GM PHM Agus Amperianto. Petikannya.

 

Bisa Anda jelaskan realisasi produksi PHM sepanjang 2020?
Produksi likuid (minyak dan kondensat) sepanjang mencapai 29,51 kbpd. Angka WP&B Original 2020 sebesar 28,43 kbpd. Sedangkan produksi gas (wellhead) mencapai 605, 76 mmscfd, angka WP&B Original 2020 sebesar 590,35 mmscfd.

Apakah realisasi produksi 2020 itu sesuai proyeksi dalam WP&B?
Selama 2020 kami dapat mempertahankan produksi sesuai WP&B Original 2020, bahkan sedikit di atas target, yakni 103% untuk gas dan 104% untuk likuid (minyak dan kondensat).

Dari mana saja produksi itu berasal?
Untuk minyak diproduksi dari dua lapangan minyak yang ada di Wilayah Kerja Mahakam, yakni Bekapai dan Handil, sedangkan gas berasal dari lapangan-lapangan yang menghasilkan gas yakni: Tunu, Peciko, Sisi Nubi, dan South Mahakam. Kontribusi produksi minyak dan gas sebagian besar berasal dari produksi sumursumur baseline yaitu 73% untuk gas serta 81% minyak dan kondensat. Sumur-sumur baru yang telah selesai dibor berkontribusi 9% untuk gas dan 6% untuk minyak dan kondensat. Pekerjaan well service & workover pada sumur-sumur lama berkontribusi 18% untuk gas dan 13% untuk minyak dan kondensat.

Dibandingkan 2019, pencapaian produksi 2020 naik atu turun?
Produksi minyak dan gas PHM tahun 2020 memang turun jika dibandingkan dengan realisasi produksi 2019, yakni sebesar -15% untuk gas dan -17% untuk minyak dan kondensat.

Apa penyebabnya?
Ada sejumlah faktor penyebab, yaitu (i) penurunan produksi natural dari lapangan-lapangan yang sudah mature; (ii) semakin terbatasnya sumber daya dan cadangan tersisa yang dapat diproduksi; dan (iii) dari sumur-sumur baru ditambah lagi dengan penurunan harga migas sehingga tingkat keekononomian sumur semakin menantang; terjadinya disrupsi terhadap permintaan minyak dan gas dunia akibat pandemi COVID-19 yang mengharuskan PHM melakukan curtailment (pengurangan produksi). Namun jika dilihat secara lebih jauh, pada 2020 PHM berhasil menahan laju penurunan produksi terutama produksi gas yang sebelumnya -34% pada 2018 dan -20% pada 2019, terlepas dari tantangan yang disebutkan sebelumnya.

Apa evaluasi yang Anda agar hal serupa tidak terjadi pada 2021?
Sebagai sebuah Wilayah Kerja (WK) yang sebagian besar lapangan-lapangannya sudah mature (berada dalam fase natural decline) yang dilakukan oleh PHM adalah berupaya menahan laju penurunan produksi melalui berbagai operasi seperti: menambah sumur-sumur pengembangan, well services/well interventions, SIBU (Shut in Build Up), optimasi berbagai surface facilities, dll. Jadi dapat dikatakan bila produksi PHM di WK Mahakam sedikit di atas target hal itu tak lain karena ada penambahan produksi dari sumur-sumur pengembangan, dan berbagai upaya tersebut.

Bagaimana dengan proyeksi produksi PHM tahun ini?
Target produksi WP&B 2021 wellhead gas adalah 485 MMscfd dan untuk minyak dan kondensat adalah 22 Kblpd.

Mengapa target produksi minyak dangas 2021 turun dbandingkan realisasi 2020?
Faktor pertama tentunya adalah natural decline di konteks lapangan mature. Secara common practice, biasanya penurunan produksi alami ini dikompensasi dengan pemboran sumur-sumur baru secara masif. Pada 2020 cukup spesial karena penurunan permintaan akan gas dan penurunan harga migas global sebagai dampak pandemik COVID 19, semua perusahaan migas dunia termasuk PHM menyesuaikan rencana kerja untuk menjaga keekonomian dan kesehatan finansial perusahaan serta menyesuaikan pasokan dengan permintaan produk yang ada di pasar. Impact dari penyesuaian program kerja 2020 ini akan terasa sampai 2021. Dengan recovery dari kondisi ekonomi global pada 2021 yang tercermin dari perbaikan tingkat permintaan dan harga produk migas, ke depannya kami berencana untuk menggenjot kembali program kerja serta meluncurkan proyek-proyek baru sehingga harapannya bisa membalikkan tren penurunan produksi ini mulai 2022.

Apa upaya PHM agar target tersebut tercapai?
Dalam WP&B 2021, PHM merencanakan program kerja yang agresif. Pertama, mengebor 73 sumur pengembangan baik dari rencana Plan of Development (POD) yang masih berjalan maupun dari rencana POD baru Operasi Pengembangan Lapangan-Lapangan (OPLL) 2A. Kedua, mengerjakan lebih dari 4000 pekerjaan well service & workover. Ketiga, melanjutkan program optimasi produksi dari sumur yang sudah ada dengan SIBU dan optimasi fasilitas produksi.

Apa saja tantangan yang mungkin muncul tahun ini di luar faktor pandemi COVID-19?
Tantangan ada dua, dari internal dan eksternal. Tantangan internal tentunya berkaitan dengan kondisi lapangan yang sudah mature di mana di satu sisi terjadi penurunan produksi secara natural dan semakin terbatasnya sumber daya dan cadangan hidrokarbon namun di sisi lain terjadi peningkatan kompleksitas operasional lapangan. Tantangan eksternal yang paling besar adalah outlook harga migas yang masih relatif rendah dan kondisi pertumbuhan ekonomi pasca pandemi, dan tantangan eksternal yang berikutnya terkait dengan peraturan dan proses perizinan yang lebih ketat.

Apa upaya manajemen PHM untuk meminimalkan tantangan tersebut?
Terus mengembangkan berbagai inovasi dan terobosan untuk dapat meningkatkan efisiensi produksi dan biaya. Selain itu pengajuan paket insentif kepada pemerintah dan menjalin komunikasi secara aktif dengan pihak-pihak terkait dan juga berkoordinasi dengan SKK Migas untuk bisa mendapatkan persetujuan yang dibutuhkan secara tepat waktu.

Untuk mencapai produksi 2021, manajemen PHM sudah memproyeksikan capex dan opex tahun ini. Bisa dijelaskan berapa anggaran untuk belanja modal danbelanja operasi PHM tahun ini?
Untuk Capital Expenditures WP&B 2021 sebesar AS$ 269 juta, naik dibandingkan realisasi 2020 yang tercatat AS$ 171 juta. Sedangkan Operating Expenditures WP&B 2021 sebesar AS$ 884 juta, naik dibandingkan realisasi 2020 sebesar AS$ 738 juta.

Terkait dengan lapangan yang sudah mature, BoD PHE Subholding Upstream mengusulkan agar split untuk Wilayah Kerja Mahaka ditinjau kembali. Bagaimana pandangan Anda atas keinginan manajemen PHE agar split untuk PHM ditambah?
PHM memiliki pandangan yang sama dengan Direksi PHE. Mahakam masih memiliki cadangan dan sumber daya yang signifikan untuk berproduksi sampai akhir masa kontrak akan tetapi sebagai mature asset yang sudah berproduksi hampir 50 tahun, dibutuhkan effort yang lebih besar untuk mengembangkan dan memproduksi cadangan dan sumber daya tersebut dan keekonomiannya juga marginal. Karena itu PHM memerlukan bantuan stimulus fiskal dari Pemerintah untuk menjamin kesinambungan bisnis dan operasi WK Mahakam beserta keseluruhan multiplier effect-nya. Stimulus fiskal ini dapat berbentuk perbaikan skema kontrak bagi hasil migas maupun insentif perpajakan.

Apakah PHM sudah mengajukan kepada induk usaha, yaitu PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI), agar split bagi WK Mahakam direvisi?
Usulan insentif WK Mahakam telah disampaikan dan dibahas dengan PHI dan Pertamina Persero sejak akhir 2019. Diskusi teknis dengan SKK Migas juga telah dimulai sejak awal 2020 dan proposal ke SKK Migas telah disampaikan pada pertengahan 2020. Mengingat proses yang berlangsung, detail usulan PHM belum dapat disampaikan ke publik.

Apakah revisi split ini demikian urgen bagi PHM agar kinerja operasi dapat meningkat sehingga pada gilirannya produksi migas dari WK Mahakam pun ikut naik?
Stimulus fiskal adalah satu dari enablers yang diperlukan untuk menjaga kesinambungan operasi, menjaga tingkat produksi, serta memaksimalkan recovery cadangan dan sumber daya Mahakam dengan tetap memberikan tingkat pengembalian investasi yang wajar untuk investor (dalam hal ini Pertamina). Namun secara independen dengan usulan insentif tersebut PHM terus melakukan upaya-upaya untuk menjaga WK Mahakam sesuai amanat Pemerintah melalui manajemen produksi baseline, menggali potensi cadangan baru dan optimasi biaya pengembangan dan biaya produksi melalui penerapan teknologi baru dan inovasi, serta tetap melakukan kegiatan eksplorasi.

Pembahasan revisi split membutuhkan proses dan diperkirakan memakan waktu berbulan-bulan. Apa harapan Anda?
Diskusi dengan Pemerintah melalui SKK Migas telah dimulai sejak awal 2020 dengan progres yang sangat positif, dan karenanya dengan dukungan semua pemangku kepentingan kami percaya bahwa persetujuan dari pemerintah dapat diberikan dalam waktu dekat.

Apakah insentif yang diminta hanya perubahan split atau ada yang lain?
Revisi split bukan hanya satu-satunya instrumen stimulus fiskal. Ada banyak instrumen lain yang meliputi perbaikan skema kontrak bagi hasil maupun pemberian insentif perpajakan, dalam hal ini diskresi atas kewajiban pembayaran pajak tidak langsung dan penerimaan negara bukan pajak. Usulan insentif PHM merupakan satu paket yang win-win solution untuk Pemerintah dan Pertamina dan mengacu pada peraturan yang berlaku, dalam hal ini PP 27/2017 dan peraturan pelaksananya (PMK 122/2019).

Terakhir, bagaimana dengan kegiatan inovasi di PHM. Bukankah inovasi yang dilakukan oleh Perwira PHM salah satu terbaik di Grup PHE pada 2020?
Betul, pada 2020 PHM melakukan banyak inovasi yang telah menghasilkan efisiensi biaya yang signifikan maupun penemuan potensi cadangan baru. Upaya inovasi yang meliputi optimasi desain, optimasi operasi, dan penerapan teknologi baru akan dilanjutkan dan enabler baru akan didorong lebih lanjut pada 2021 yang berfokus pada digitalisasi dan sinergi dengan operator maupun industri pendukung migas terutama di Region Kalimantan.

Apakah Anda memberikan kesempatan kepada Perwira PHM di fungsi lain untuk memiliki kreativitas yang mendorong peningkatan value creation pada fungsi masing-masing?
Ya, saya sangat mendukung dan mendorong berbagai inovasi dan optimasi yang dilakukan oleh para Perwira PHM dari semua fungsi. (DR)