JAKARTA – Pemerintah diminta lebih fokus terkait kontrak pertambangan perusahaan tambang konsentrat tembaga asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia. Budi Santoso, Direktur Eksekutif Center for Indonesian Resources Studies (CIRUSS), mengatakan izin perpanjangan ekspor konsentrat harus dilihat sebagai  niat baik pemerintah terhadap pihak Freeport. Sehingga, dalam divestasi Freeport seharusnya memberi harga yang baik dan bukan malah menekan pemerintah.

“Pemerintah sebaiknya fokus pada sikap menyiapkan diri, apakah mau memperpanjang (kontrak) sampai 2041 atau  hanya sampai 2021. Freeport tidak membangun smelter sebaiknya dilihat sebagai tidak punya niat baik kepada pemerintah Indonesia yang telah memberi keleluasaan operasi hampir 50 tahun. Dan juga pembangunan smelter menjadi alat Freeport untuk menyandera pemerintah untuk tidak memperpanjang sampai 2041,” kata Budi kepada Dunia Energi, Senin (29/8).

Ahmad Redi, pengamat hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanagara, mengatakan izin ekspor mineral hasil pengolahan (konsentrat) diberikan apabila ada kemajuan kemajuan smelter. Namun kini ketentuan itu hilang seiring dicabutnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2014 dan diganti Permen 5/2016.

Redi menjelaskan pasal 10 ayat 3 di Permen 5/2016 menyatakan apabila pembangunan smelter tidak mencapai target maka perpanjangan izin ekspor dapat diberikan dengan tingkat kemajuan pembangunan smelter dinilai sama dengan capaian periode sebelumnya. Evaluasi kemajuan smelter dilakukan perenam bulan seiring dengan periode ekspor konsentrat. Apabila merujuk pada Permen 11/2014, perpanjangan izin ekspor diberikan jika kemajuan smelter per enam bulan mencapai target minimal 60%.

Dalam beleid 5/2016 memang ada ketentuan target 60%, namun diberi dispensasi pada pasal 10 ayat 3. “Permen 11/2014 memberi reward and punishment. Tapi di Permen 5 tidak ada punishment. Kalau begini pembangunan smelter bisa molor,” ujarnya.

Pemerintah tercatat telah memberikan perpanjangan izin ekspor yang ke-5 bagi Freeport Indonesia. Izin ekspor berlaku mulai 9 Agustus 2016 hingga 11Januari 2017, dengan kota ekspor 1,4 juta ton konsentrat.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyatakan bahwa melalui fasilitas perpanjangan izin ekspor yang diperoleh  sejak 2014 hingga Januari 2017 nanti, Freeport Indonesia dapat mengekspor 4,55 juta ton konsentrat. Pada perpanjangan izin ekspor ke-3, Freeport meningkatkan produksi dan penjualannya menjadi 775 ribu ton dari hanya 580 ribu ton sebelumnya.

Selanjutnya, saat pemerintah memberikan kembali izin ekspor yang ke-4, Freeport kembali memanfaatkan fasilitas perpanjangan izin ini untuk kembali meningkatkan produksi dan penjualannya menjadi 1,03 juta ton.Dalam kurun 2014-2015, melalui perpanjangan izin eksporkonsentrat ini Freeport telah memproduksi 1.016 juta pon tembaga dan1.663.000 t oz (troy ounce) emas.(RA)