JAKARTA – Pemerintah pada akhir tahun lalu melakukan perubahan terhadap Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi baik Migas Konvensional maupun Non Konvensional (MNK). Permen ESDM Nomor 35 Tahun 2021 ditetapkan 22 Desember 2021 dan diundangkan 30 Desember 2021 mengatur tata cara penyiapan dan penawaran wilayah kerja (WK) atau blok migas.

Alimuddin Baso, Sekretaris Direktorat Jendral Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan Latar belakang penyusunan Permen ESDM ini meliputi beberapa hal yaitu perubahan peraturan lain terkait penyiapan dan penawaran WK migas, kebutuhan investasi migas, serta dinamika penyiapan dan penawaran WK migas.

“Tujuan dan manfaat penyusunannya meliputi perbaikan proses bisnis, penyederhanaan peraturan, harmonisasi peraturan, peningkatan investasi migas, peningkatan pelayanan pada penyiapan dan penawaran WK migas, serta percepatan penemuan cadangan migas menuju pencapaian target produksi migas,” ujar Alimuddin dalam keterangannya (7/3).

Kebijakan mengenai penyiapan, penetapan dan penawaran WK migas dilakukan melalui pertimbangan teknis, ekonomis, tingkat resiko dan efisiensi berazaskan keterbukaan, keadilan, akuntabilitas dan persaingan usaha yang wajar. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi diberikan kewenangan untuk melakukan penyiapan, penetapan dan penawaran Wilayah kerja migas. Sementara SKK Migas memberikan pertimbangan mengenai pelaksanaan penyiapan, penetapan dan penawaran WK migas paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal surat permintaan pertimbangan dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

Dalam Permen ESDM ini, terdapat beberapa pasal yang perlu dicermati bersama. Pada Pasal 4, disebutkan bahwa Menteri ESDM melalui Dirjen Migas menyiapkan WK yang berasal dari wilayah terbuka untuk ditawarkan kepada Badan Usaha (BU) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang meliputi:
1. Wilayah yang belum pernah ditetapkan sebagai WK.
2. Sebagian atau seluruh WK yang dikembalikan Kontraktor berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KKS).
3. WK yang sudah masuk masa produksi yang berakhir KKS-nya.
4. Bagian WK yang dikembalikan atas usul Kontraktor dan belum pernah dikembangkan, sedang diproduksikan, dan/atau pernah diproduksikan.
5. Bagian WK yang dikembalikan atas permintaan Menteri ESDM dan belum pernah dikembangkan dan/atau pernah diproduksikan.
6. WK available.

Perubahan lainnya adalah terkait Komitmen Pasti yang tertuang pada Pasal 5 ayat (5) berupa:
1. Komitmen Pasti Eksplorasi 3 tahun pertama, untuk wilayah yang memerlukan data tambahan dan belum terdapat lapangan.
2. Komitmen Pasti Eksplorasi dan/atau Eksploitasi paling lama 5 tahun pertama untuk wilayah yang sudah terkonfirmasi besaran sumber daya atau terbukti cadangannya, terdapat struktur/lapangan yang belum pernah dikembangkan dan/atau sedang diproduksikan atau pernah diproduksikan.

“Pada Pasal 24 ayat (3) disebutkan bahwa bentuk kontrak kerja sama berupa kontrak bagi hasil dengan mekanisme pengembalian biaya operasi atau cost recovery, kontrak bagi hasil gross split dan kontrak kerja sama lainnya,” papar Alimuddin.

Pasal 26 memuat ketentuan Penawaran WK yang dilaksanakan oleh Dirjen Migas melalui mekanisme lelang reguler dan/atau lelang penawaran langsung. Lelang Reguler Wilayah Kerja dilakukan terhadap WK yang telah ditetapkan oleh Menteri ESDM melalui Dirjen Migas. Sedangkan Lelang Penawaran Langsung Wilayah Kerja dilakukan terhadap WK yang telah ditetapkan oleh Menteri ESDM melalui Dirjen Migas yang merupakan hasil Penawaran Langsung Wilayah Kerja melalui Studi Bersama dan usulan Penawaran Langsung Wilayah Kerja Tanpa Studi Bersama.

Diatur pula mengenai penentuan peringkat peserta lelang yaitu peserta yang memenuhi syarat minimum penilaian teknis, penilaian keuangan dan penilaian kinerja. Pemeringkatan terhadap peserta lelang pada WK yang mensyaratkan komitmen 3 tahun pertama masa eksplorasi, dilakukan berdasarkan komitmen pasti, bonus tandatangan dan kinerja BU atau BUT.

“Sedangkan pemeringkatan terhadap peserta lelang pada WK yang mensyaratkan komitmen pasti eksplorasi dan/atau eksploitasi paling lama 5 tahun pertama, dilakukan berdasarkan komitmen pasti, bonus tandatangan, besaran biaya produksi dan/atau pengembangan dan kinerja BU atau BUT,” jelas Alimuddin.

Terkait perubahan mekanisme pengusahaan MNK, diatur dalam aturan ini bahwa pengusahaan sumber daya shale oil, tight sand oil dan gas metana batubara (GMB) dapat dilakukan berdasarkan kontrak kerja sama migas eksisting melalui perubahan bentuk atau term and conditions atau kontrak kerja sama baru.

Pengusahaan potensi MNK dapat dilakukan pada wilayah terbuka dan WK migas. Pada wilayah terbuka, pengusahaan potensi MNK dilakukan bersamaan dengan potensi migas konvensional, penyiapan dan penawaran dilakukan terhadap seluruh potensi (migas konvensional dan MNK) yang terdapat pada suatu area. Mekanisme pengusahaan dilakukan melalui penawaran langsung (studi bersama) oleh BU/BUT, lelang reguler oleh Pemerintah dan prosesur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara mekanisme pengusahaan WK migas eksisting melalui potensi MNK bisa diusahakan oleh Kontraktor eksisting dalam hal tidak terdapat kontrak kerja sama lain pada WKnya. Selain itu, studi potensi MNK oleh Kontraktor eksisting, biaya studi potensi sebagai bagian dari biaya operasi WK eksisting. Terakhir, bentuk pengusahaan yaitu perubahan ketentuan pokok KKS eksisting, perubahan bentuk KKS eksisting dan KKS baru. (RI)